Hadits 14
Takwa dan Akhlak Mulia Sebab Masuk Surga
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ الْجَنَّةَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ
“Perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga adalah Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” ([1])
Hadits ini berisi dua pembahasan yang bisa memasukkan ke dalam surga yaitu takwa dan husnul khuluq.
- Takwa
التَّقْوَى dalam bahasa arab diambil dari kata الْوِقَايَةُ yang bermakna penghalang atau pelindung, yaitu engkau menjadikan penghalang antara engkau dan azab Allah. Maka segala perkara yang bisa menghalangi kita dari masuk ke dalam azab Allah disebut dengan takwa. Oleh karena itu, takwa secara umum adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah kapan pun dan di mana pun. Sebagaimana wasiat Nabi kepada seorang sahabat,
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ
“Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada.” ([2])
Karena sebagian orang hanya bertakwa di media sosial, menampilkan dirinya seakan-akan seorang Ustadz dengan nasehat-nasehatnya, padahal di rumahnya dia tidak menampilkan akhlak yang baik terhadap istrinya atau anaknya. Sebagian orang hanya bertakwa ketika berada di negerinya, setelah ke luar dari negerinya ia kemudian melepas ketakwaannya. Sikap yang demikian tidak disebut dengan takwa, yang namanya takwa adalah bertakwa di mana pun kita berada.
Demikian pula takwa itu dilakukan kapan pun, ketika berada di hadapan banyak orang dan ketika sendirian. Karena sebagian orang ketika berada di hadapan banyak orang dia menampilkan seperti wali-wali Allah tetapi ketika sendirian dia menjadi wali-wali setan.
Sayangnya walaupun takwa adalah kalimat yang ringkas dan begitu sering diwasiatkan oleh para khatib dan para penceramah, tetapi sering kali takwa itu tidak masuk ke dalam hati kita. Kebanyakan orang hanya mendengarkannya tanpa meresapi di dalam hatinya.
Padahal takwa adalah hal yang sangat luar biasa, dapat mengantarkan seseorang ke dalam surga. Allah berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. ‘Ali Imran : 133)
Oleh karena itu, setiap muslim wajib berusaha untuk bertakwa kepada Allah semaksimal yang dia bisa lakukan walaupun dengan bersedekah separuh kurma. Nabi bersabda,
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
“Selamatkanlah diri kalian dari siksa neraka, walaupun dengan separuh kurma. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka cukup dengan bertutur kata yang baik.” ([3])
Seorang muslim hendaknya berusaha melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-larangan Allah. Jika terjatuh ke dalam maksiat maka dia segera bertobat kepada Allah. Karena takwa adalah hal yang banyak menyebabkan seorang muslim masuk ke dalam surga.
- Akhlak Mulia
Perkara kedua yang tidak kalah penting yang bisa memasukkan ke dalam surga adalah husnul khuluq (akhlak yang baik).
Imam Malik mengatakan,
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَسَّمَ بَيْنَ عِبَادِهِ الْأَعْمَالَ كَمَا قَسَّمَ الْأَرْزَاقَ فَرُبَّ رَجُلٍ فُتِحَ لَهُ فِي الصَّلَاةِ وَلَمْ يُفْتَحْ لَهُ فِي الصَّوْمِ وَآخَرَ فَتَحَ اللَّهُ لَهُ فِي الْجِهَادِ وَلَمْ يَفْتَحْ لَهُ فِي الصَّلَاةِ وَآخَرَ فُتِحَ لَهُ فِي الصَّدَقَةِ وَلَمْ يُفْتَحْ لَهُ فِي الصِّيَامِ
“Sesungguhnya Allah ﷻ membagi amalan-amalan di antara hamba-Nya sebagaimana membagi rezeki. Terkadang seorang hamba dibukakan baginya pintu shalat, tapi tidak terbuka baginya pintu puasa (maksudnya memperbanyak yang sunat). Ada yang dibukankan baginya pintu jihad, tapi tidak dalam shalat. Ada pula yang dibukakan baginya pintu sedekah tapi tidak dalam berpuasa.” ([4])
Allah memberikan pintu-pintu rezeki yang berbeda-beda di antara manusia. Ada yang menjadi pedagang, petani, pengajar, dokter, dengan berbagai pintu rezeki tersebut dia bisa meraih rezeki. Demikian pula dalam masalah surga, Allah membukakan berbagai pintu surga. Seseorang yang sudah diberikan pintu kebaikan oleh Allah maka hendaknya dia berusaha untuk menekuninya.
Dan di antara pintu-pintu kebaikan yang terbaik adalah pintu akhlak mulia. Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim berusaha untuk menarbiah dan melatih dirinya untuk berakhlak mulia, karena memiliki akhlak yang mulia adalah sesuatu yang perlu dilatih. Dimulai dari berusaha menjaga lisan, menjaga tulisan, menjaga sikap, dan seterusnya. Nabi bersabda,
أَنَا زَعِيمُ بِبَيْتٍ فِي أَعَلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
“Aku menjamin istana di atas surga bagi orang yang memperindah akhlaknya.” ([5])
Artinya akhlak itu bisa diusahakan, ada orang yang awalnya pelit bisa jadi kemudian dermawan, ada orang pemarah bisa jadi kemudian penyabar, ada orang yang suaranya keras ketika berbicara kemudian menjadi lembut. Sebagaimana sahabat Tsabit bin Qais yang dijuluki جَاهِرُ الصَّوْتِ ketika berbicara suaranya keras, bahkan saat berbicara dengan Nabi. Tatkala Allah menegurnya dalam firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al-Hujurat: 2)
Maka Tsabit bin Qais pun berusaha untuk melembutkan suaranya dan dia beberharapasil melakukannya.
Tidak ada satu pun dari kita yang layak mengklaim dirinya sudah menerapkan akhlak mulia yang sempurna. Oleh karena itu, kita berusaha mengubah akhlak-akhlak buruk yang mungkin selama ini ada pada diri kita. Jangan sampai hari-hari yang akan datang kita lewati tanpa adanya perjuangan untuk mengubah akhlak kita ke arah yang lebih baik.
Seorang suami hendaknya mengevaluasi dirinya bagaimana sikapnya kepada istrinya setahun yang lalu, apakah setahun terakhir sudah semakin membaik. Seorang istri hendaknya mengevaluasi dirinya bagaimana sikapnya kepada suaminya setahun yang lalu, apakah setahun terakhir sudah semakin membaik. Ia pikirkan terlebih dahulu bagaimana akhlaknya kepada orang tuanya, anak-anaknya, karib kerabatnya, dan orang-orang terdekatnya. Bukan kepada kawan-kawannya atau orang-orang yang jauh darinya tanpa berusaha terlebih dahulu mengecek bagaimana sikapnya terhadap orang-orang terdekatnya. Jangan ia biarkan dirinya berakhlak begitu saja, harus ada peningkatan karena akhlak mulia harus diperjuangkan.
Mengapa akhlak mulia sangat mudah memasukkan ke dalam surga, rahasianya karena apabila seseorang sudah mencapai derajat akhlak yang mulia maka argo pahalanya akan terus berjalan tanpa henti. Ketika dia bersama istrinya, dia menampilkan akhlak mulia bagaimana bermuamalah dengan istrinya. Kemudian ketika dia bersama dengan anaknya, dia menampilkan akhlak mulia bagaimana bermuamalah dengan anaknya. Ketika bersama orang tuanya, tetangganya, sopirnya, atasannya, bawahannya, bahkan ketika bersama dengan musuhnya dia selalu berusaha menampilkan akhlak yang mulia. Sepanjang harinya, kapan pun dan di mana pun dia bermuamalah dengan orang lain dia berusaha menampilkan akhlak yang mulia. Hal ini akan terus menambah argo pahalanya. Berbeda halnya ibadah lain semisal shalat, yang hanya dilaksanakan sebentar saja. Membaca Al Quran yang mungkin maksimal setengah jam. Setelah itu, argo pahala shalatnya atau membaca Al Qurannya akan teberharapenti. Setelah ibadah-ibadah tersebut yang bisa dia andalkan adalah akhlak mulianya tatkala berjumpa dengan orang-orang di sekitarnya.
Apabila kita bandingkan keadaan kita sekarang dengan para salaf dahulu. Mereka bisa berdiri shalat malam begitu lama, membaca Al Quran berjam-jam, bersedekah dalam jumlah yang banyak. Sedangkan kita bangun lebih cepat saja susah, membaca Al Quran malas-malasan, sedekah kepada orang tua saja harus berpikir panjang. Pintu-pintu ibadah berat kita lakukan karena kemalasan kita. Namun ada pintu kebaikan yang Allah buka, siapa pun bisa melaksanakannya -jika berusaha-, itulah akhlak mulia.
Definisi Akhlak Mulia
Sebagian ulama berusaha menyedeberharapanakan makna akhlak mulia. Hasan Al-Bashri mengatakan,
حَقِيْقَةُ حُسْنُ الْخُلُقِ بَذْلُ المَعرُوْفِ وَكَفُّ الأَذَى وطَلاَقَةُ الوَجْهِ
“Hakikat akhlak mulia adalah mudah berbuat baik kepada orang lain, tidak mengganggu orang lain, dan wajah yang sering berseri-seri karena murah senyum.” ([6])
Jika pada diri seseorang terkumpul tiga sifat ini, maka dia telah dikatakan memiliki akhlak yang baik.
Pertama, berusaha membantu orang lain, jika ada orang yang butuh bantuan maka dia berusaha membantunya, jika ada orang yang butuh nasehat maka dia menasihatinya.
Kedua, dia tidak mengganggu orang lain, baik dengan lisan maupun tulisan.
Ketiga, murah senyum, karena orang yang murah senyum itu menggambarkan dia adalah orang yang tawadhu’, karena siapa pun dia senyumi tanpa memandang strata sosialnya. Sebagaimana dia murah senyum kepada atasannya, dia juga murah senyum kepada pembantunya. Sebagaimana dia murah senyum kepada orang kaya, dia juga murah senyum kepada orang miskin. Hendaknya kebaikan semisal senyum walaupun tampak sepele tetapi jangan diremehkan. Nabi bersabda,
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun juga walau engkau bertemu saudaramu dengan wajah berseri.” ([7])
Seseorang yang sulit tersenyum menandakan bahwa ada sesuatu yang tidak baik di dalam hatinya. Karena itulah, apabila tiga sifat ini terkumpul pada diri seseorang, maka dia dikatakan telah berakhlak mulia.
Sebagian ulama lain memberikan batasan yang semakna dengan hadits Nabi,
أَن تَأْتِيَ إِلَى النَّاسِ مَا تُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْكَ
“Engkau berbuat kepada orang lain sesuatu yang engkau suka jika diperlakukan untuk dirimu.”([8])
Sebagai contoh, bagaimana berakhlak baik kepada orang tua kita. Caranya adalah dengan merenungkan terlebih dahulu bagaimana jika kita menjadi orang tua, apa yang kita inginkan kelak dari anak kita. Semisal kita ingin ditelepon setiap hari oleh anak kita, maka demikian pula yang kita lakukan terhadap orang tua kita.
Atau seorang istri bagaimana berakhlak mulia kepada suaminya. Maka renungkan seandainya dia di posisi suami, sekiranya apa yang dia inginkan dari istrinya. Demikian seterusnya, jika kita bisa melakukannya maka kita telah beberharapasil mencapai derajat akhlak mulia. Nabi bersabda,
وَتَجِيءُ فِتْنَةٌ فَيُرَقِّقُ بَعْضُهَا بَعْضًا، وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ: هَذِهِ مُهْلِكَتِي، ثُمَّ تَنْكَشِفُ وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ، فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ: هَذِهِ هَذِهِ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ، وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ، فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ
“Kemudian datanglah fitnah yang menjadikan fitnah sebelumnya terasa ringan dibandingkan fitnah setelahnya. Datang fitnah, mukmin berkata, ‘Ini yang akan membinasakan (agamaku).’ Lalu fitnah itu pergi. Kemudian datang lagi fitnah yang lain, mukmin kembali berkata, ‘Ini yang membinasakan (agamaku).’ Barang siapa yang ingin yang ingin diselamatkan dari api Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga hendaklah kematian mendatanginya dalam keadaan ia beriman kepada Allah dan hari akhirat dan hendaklah ia bergaul dengan manusia sebagaimana ia suka untuk diperlakukan dengannya.” ([9])
Seorang Syaikh pernah bercerita kepada kami tentang pengalamannya. Dia pernah bermimpi, di dalam mimpinya ada suara yang terdengar menyuruhnya mendatangi Fulan bin Fulan seorang lelaki saleh. Awalnya dia tidak hiraukan mimpi tersebut, tetapi dia kembali memimpikan hal tersebut hingga tiga kali. Akhirnya dia menjalankan wasiat di mimpinya dan mendatangi Fulan tersebut. Ketika bertemu dengannya, Syaikh ini mendesak si Fulan untuk memberitahunya amalan apa gerangan yang dia lakukan sehingga dia disuruh untuk mendatanginya. Syaikh ini yakin bahwasanya mimpinya itu bukan sembarangan atau datang dari setan.
Awalnya si Fulan tersebut menolak untuk memberitahunya karena dia merasa dirinya biasa-biasa saja, tidak memiliki amalan luar biasa dari shalat, puasa, sedekah, atau amalan lainnya. Sampai akhirnya dia angkat bicara setelah Syaikh ini terus mendesaknya, yaitu tentang sebuah rahasia yang dia sembunyikan kepada semua orang.
Dia pun bercerita bahwa dahulu ketika dia menikah dengan istrinya, saat malam pengantin, dia kaget mengetahui ternyata istrinya telah hamil. Tentu dirinya sangat terpukul mengetahui wanita yang diharapkannya ternyata telah mengandung anak orang lain. Seketika dia mengetahuinya, istrinya sontak mengatakan kepadanya, “Wahai Fulan, tutupilah aibku, semoga Allah akan menutupi aibmu.” Akhirnya dia pun merenungi perkataan tersebut dan memutuskan untuk merahasiakan perihal tersebut serta berusaha tetap mempertahankan keutuhan rumah tangganya, walaupun hak sebagai suami untuk mencampuri istrinya dia tidak bisa dapatkan. Terlebih lagi sebagian ulama memandang bahwa menikahi wanita dalam kondisi hami adalah tidak sah.
Ketika anak di kandungan istrinya tersebut lahir, bayi itu kemudian diletakkan di depan pintu masjid sebelum waktu subuh tiba sambil menangis meronta-ronta. Jamaah shalat subuh kaget melihat pemandangan itu. Mereka saling memandang satu sama lain, adakah yang sudi mengambil dan merawatnya. Akhirnya si Fulan sendirilah yang menunjuk dirinya siap untuk merawat bayi tersebut.
Akhirnya dia membawa bayi tersebut. Orang-orang pun memahami bahwa anak itu bukan anak kandungnya, dan istrinya tetap bisa merawat anak kandungnya, dan yang terpenting dia bisa menutupi aib istrinya tanpa diketahui oleh orang lain. Maka si Fulan ini menyampaikan kepada Syaikh, bahwa itulah amalan yang bisa dia banggakan kelak ketika berada di hadapan Allah, yaitu menutup aib orang.
Sangat disayangkan akhlak tersebut yaitu menutup aib orang lain merupakan akhlak yang teberharapitung sulit dipraktikkan. Bagaimana seorang suami terkadang menceritakan keburukan istrinya di hadapan teman-temannya, demikian pula seorang istri terkadang menceritakan keburukan suaminya di depan teman-teman pengajiannya. Padahal mungkin saja dia mengaku sebagai orang yang sudah mengenal sunah-sunah Nabi. Sebaliknya sebagian orang yang mungkin penampilannya biasa-biasa saja, tetapi baktinya kepada orang tuanya luar biasa, kejujurannya dalam berdagang luar biasa, Perhatiannya kepada tetangga luar biasa.
Oleh karena itu, dalam kehidupan yang begitu singkat ini hendaknya setiap orang berusaha berakhlak mulia semaksimal mungkin. Jika ada masalah dengan kawan atau tetangganya, lupakan dan maafkanlah dia. Allah berfirman,
وَإِنَّ السَّاعَةَ لَآتِيَةٌ ۖ فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ
“Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (QS. Al-Hijr : 85)
Kemudian setiap orang juga selain usahanya untuk mengubah akhlaknya menjadi lebih baik, dia juga selalu memohon kepada Allah agar membantu mengubahnya. Di antaranya dengan doa,
اَللّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ
“Ya Allah, tunjukilah aku kepada akhlak yang baik. Tidak ada yang bisa menunjuki kepada yang terbaik melainkan Engkau. Palingkanlah diriku dari kejelekan akhlak. Tidak ada yang bisa memalingkan kejelekannya dariku melainkan Engkau.” ([10])
Bahkan tidak hanya untuk dirinya, tetapi apabila pada istrinya atau pada suaminya terdapat akhlak-akhlak buruk maka dia juga doakan agar Allah memberinya perangai dan akhlak yang baik. Dia khususkan pada waktu-waktu tertentu untuk mendoakan istrinya atau suaminya, anaknya atau orang tuanya, dan orang-orang yang pernah berjasa kepadanya. Karena doa itu bukan hal sepele, kekuatannya benar-benar bisa mengubah hal yang buruk menjadi baik jika Allah menghendaki. Kita saja yang sering kali tidak yakin terhadap kekuatan doa itu.
Maka sekali lagi seorang muslim hendaknya Perhatian dengan hal ini, dan percaya bahwa hal itu bisa diubah. Orang yang tadinya pemarah bisa jadi penyabar jika dia berusaha mengubahnya, orang yang tadinya temperamen bisa jadi orang lembut jika dia berusaha mengubahnya dan dia memohon kepada Allah agar membantunya. Pintu-pintu surga itu banyak, hendaknya kita berusaha mengambil jalur pintu ini.
Footnote:
___________
([1]) HR. Tirmidzi, no. 2004 dan Ibnu Majah, no. 4246
([2]) HR. Tirmidzi, no. 1987 dan Ahmad, 21403
([3]) HR. Bukhari no. 6023 dan Muslim no. 1016