111. ۞ وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَآ إِلَيْهِمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ ٱلْمَوْتَىٰ وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَىْءٍ قُبُلًا مَّا كَانُوا۟ لِيُؤْمِنُوٓا۟ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ
walau annanā nazzalnā ilaihimul-malā`ikata wa kallamahumul-mautā wa ḥasyarnā ‘alaihim kulla syai`ing qubulam mā kānụ liyu`minū illā ay yasyā`allāhu wa lākinna akṡarahum yaj-halụn
111. Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Tafsir :
Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat-ayat sebelumnya, di mana orang-orang musyrikin meminta Rasulullah ﷺ untuk mendatangkan mukjizat-mukjizat yang mereka inginkan, dengan iming-iming keislaman mereka.
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwasanya mereka meminta kepada Rasulullah ﷺ untuk mendatangkan malaikat, sebagai bukti kebenaran risalah yang beliau ﷺ bawa. Selain itu, mereka juga pernah meminta agar Allah ﷻ membangkitkan nenek moyang mereka, agar mereka dapat menanyakan kepada mereka tentang kebenaran Islam secara langsung. Dalam riwayat lain disebutkan secara spesifik, bahwa mereka meminta Rasulullah ﷺ untuk membangkitkan Qushay bin Kilab. Qushay bin Kilab adalah pemersatu awal suku Quraisy, yang populer dengan kejujuran dan kebijaksanaannya.([1])
Firman Allah ﷻ,
﴿وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا﴾
“Dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka.” (QS. Al-An’am: 111)
Ada 2 pendapat terkait makna قُبُلًا, yaitu:
Pertama, makna قُبُلًا adalah مُوَاجَهَةٌ (berhadapan). Yakni, para mayat tersebut dibangkitkan, lalu mereka dihadapkan dengan orang-orang musyrikin Arab.
Kedua, makna قُبُلًا adalah قَبِيلٌ قَبِيلٌ (berkelompok). Maksudnya adalah para mayat dibangkitkan secara berkelompok dan silih berganti, untuk berhadapan dan berbincang dengan orang-orang musyrikin Arab.
Pada ayat-ayat sebelumnya Allah ﷻ telah bantah kaum musyrikin atas permintaan mereka tersebut, yaitu dengan memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk menjelaskan kepada mereka bahwasanya urusan mukjizat adalah kuasa Allah ﷻ semata, dan bukanlah kuasa Rasulullah ﷺ. Allah ﷻ menguji hamba-hamba-Nya dengan cara yang Dia kehendaki, bukan dengan memenuhi segala permintaan mereka.
Di antara bantahan yang lainnya adalah Allah ﷻ menurunkan ayat ini. Allah ﷻ jelaskan bahwasanya jika saja malaikat didatangkan kepada mereka, atau juga mayat-mayat dibangkitkan untuk berbicara dengan mereka, atau segala sesuatu dikumpulkan di hadapan mereka, sungguh mereka tetap tidak akan beriman.
Mengapa demikian? Karena niatan mereka yang tidak baik, serta banyaknya syubhat yang bercokol pada diri mereka. Salah satu di antara syubhat yang paling membutakan mereka, adalah anggapan bahwa Nabi Muhammad ﷺ tidak lain melainkan seorang penyihir. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَإِن يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُّسْتَمِرٌّ﴾
“Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, ‘(Ini adalah) sihir yang terus menerus’.” (QS. Al-Qamar: 2)
Betapa pun banyaknya mukjizat-mukjizat yang Rasulullah ﷺ tampakkan, jikalau pemikiran di atas sudah bercokol dalam pikiran mereka, maka bagaimana mungkin mereka akan beriman?! Setiap kali Rasulullah ﷺ membawakan mukjizat, mereka akan serta-merta menolaknya karena meyakininya sebagai sihir belaka.
Dan juga, -sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Asyur (RH)-, Allah ﷻ mengetahui bahwa permintaan kaum musyrikin Arab ini sejatinya tidaklah dilandasi niatan yang baik untuk benar-benar beriman kepada Rasulullah ﷺ. Mereka hanyalah meminta mukjizat-mukjizat kepada Rasulullah ﷺ, untuk kemudian mengolok dan mengejek Rasulullah ﷺ.([2])
Justru di antara wujud kasih sayang Allah ﷻ kepada mereka, adalah Allah ﷻ tidak mengabulkan semua permintaan dan tantangan mereka. Karena jika demikian, berarti masih ada kesempatan bagi mereka untuk beriman dan kembali kepadaNya. Andai Allah ﷻ mengabulkan seluruh tantangan mereka, lantas mereka tetap membangkang, maka azab pasti akan menyambar habis mereka di dunia, sebagaimana ia telah membinasakan kaum-kaum sebelum mereka.
Di sisi lain, Allah ﷻ hendak menguji mereka dengan hanya memperlihatkan sebagian mukjizat, apakah hati mereka akan tergerak untuk beriman? Andai semua mukjizat yang mereka minta dipenuhi oleh Allah ﷻ, lalu di mana letak ujiannya? Di mana letak ujian keimanan dengan hal-hal gaib?
Firman Allah ﷻ,
﴿مَّا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ﴾
“Niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki.”
Walau begitu, Allah ﷻ sebutkan jika Allah ﷻ berkehendak, maka bisa saja Allah ﷻ membuat mereka berubah untuk beriman, namun Allah ﷻ tidak berkehendak demikian.
Firman Allah ﷻ,
﴿وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ﴾
“Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
Para ahli tafsir menyebutkan beberapa kejahilan mereka, di antaranya:
- Mereka menyangka bahwa keimanan berada di tangan Karenanya, Allah ﷻ jelaskan bahwa keimanan bukan di tangan mereka, namun di tangan Allah ﷻ.
- Mereka menggantungkan keimanan mereka pada mukjizat-mukjizat yang mereka minta kepada Rasulullah ﷺ, dan mereka menjadikan mukjizat sebagai syarat keimanan mereka, padahal tidak seharusnya demikian. Betapa banyak orang beriman tanpa melihat mukjizat-mukjizat.
__________________
Footnote :