Categories
14. Ibrahim

Tafsir Quran Surat Ibrahim

الٓر ۚ كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَٰطِ ٱلْعَزِيزِ ٱلْحَمِيدِ

alif lām rā, kitābun anzalnāhu ilaika litukhrijan-nāsa minaẓ-ẓulumāti ilan-nụri bi`iżni rabbihim ilā ṣirāṭil-‘azīzil-ḥamīd

1. Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.

ٱللَّهِ ٱلَّذِى لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۗ وَوَيْلٌ لِّلْكَٰفِرِينَ مِنْ عَذَابٍ شَدِيدٍ

allāhillażī lahụ mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, wa wailul lil-kāfirīna min ‘ażābin syadīd

2. Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih,

ٱلَّذِينَ يَسْتَحِبُّونَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا عَلَى ٱلْءَاخِرَةِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ فِى ضَلَٰلٍۭ بَعِيدٍ

allażīna yastaḥibbụnal-ḥayātad-dun-yā ‘alal-ākhirati wa yaṣuddụna ‘an sabīlillāhi wa yabgụnahā ‘iwajā, ulā`ika fī ḍalālim ba’īd

3. (yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِۦ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۖ فَيُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ

wa mā arsalnā mir rasụlin illā bilisāni qaumihī liyubayyina lahum, fa yuḍillullāhu may yasyā`u wa yahdī may yasyā`, wa huwal-‘azīzul-ḥakīm

4. Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَىٰ بِـَٔايَٰتِنَآ أَنْ أَخْرِجْ قَوْمَكَ مِنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ وَذَكِّرْهُم بِأَيَّىٰمِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ

wa laqad arsalnā mụsā bi`āyātinā an akhrij qaumaka minaẓ-ẓulumāti ilan-nụri wa żakkir-hum bi`ayyāmillāh, inna fī żālika la`āyātil likulli ṣabbārin syakụr

5. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): “Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah”. Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ ٱذْكُرُوا۟ نِعْمَةَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ أَنجَىٰكُم مِّنْ ءَالِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوٓءَ ٱلْعَذَابِ وَيُذَبِّحُونَ أَبْنَآءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَآءَكُمْ ۚ وَفِى ذَٰلِكُم بَلَآءٌ مِّن رَّبِّكُمْ عَظِيمٌ

wa iż qāla mụsā liqaumihiżkurụ ni’matallāhi ‘alaikum iż anjākum min āli fir’auna yasụmụnakum sū`al-‘ażābi wa yużabbiḥụna abnā`akum wa yastaḥyụna nisā`akum, wa fī żālikum balā`um mir rabbikum ‘aẓīm

6. Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak-anak perempuanmu; dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhanmu”.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

wa iż ta`ażżana rabbukum la`in syakartum la`azīdannakum wa la`ing kafartum inna ‘ażābī lasyadīd

7. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

وَقَالَ مُوسَىٰٓ إِن تَكْفُرُوٓا۟ أَنتُمْ وَمَن فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِىٌّ حَمِيدٌ

wa qāla mụsā in takfurū antum wa man fil-arḍi jamī’an fa innallāha laganiyyun ḥamīd

8. Dan Musa berkata: “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَبَؤُا۟ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ ۛ وَٱلَّذِينَ مِنۢ بَعْدِهِمْ ۛ لَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا ٱللَّهُ ۚ جَآءَتْهُمْ رُسُلُهُم بِٱلْبَيِّنَٰتِ فَرَدُّوٓا۟ أَيْدِيَهُمْ فِىٓ أَفْوَٰهِهِمْ وَقَالُوٓا۟ إِنَّا كَفَرْنَا بِمَآ أُرْسِلْتُم بِهِۦ وَإِنَّا لَفِى شَكٍّ مِّمَّا تَدْعُونَنَآ إِلَيْهِ مُرِيبٍ

a lam ya`tikum naba`ullażīna ming qablikum qaumi nụḥiw wa ‘ādiw wa ṡamụd, wallażīna mim ba’dihim, lā ya’lamuhum illallāh, jā`at-hum rusuluhum bil-bayyināti fa raddū aidiyahum fī afwāhihim wa qālū innā kafarnā bimā ursiltum bihī wa innā lafī syakkim mimmā tad’ụnanā ilaihi murīb

9. Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah. Telah datang rasul-rasul kepada mereka (membawa) bukti-bukti yang nyata lalu mereka menutupkan tangannya ke mulutnya (karena kebencian), dan berkata: “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu disuruh menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu ajak kami kepadanya”.

۞ قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِى ٱللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ يَدْعُوكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرَكُمْ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ قَالُوٓا۟ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا تُرِيدُونَ أَن تَصُدُّونَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ ءَابَآؤُنَا فَأْتُونَا بِسُلْطَٰنٍ مُّبِينٍ

qālat rusuluhum a fillāhi syakkun fāṭiris-samāwāti wal-arḍ, yad’ụkum liyagfira lakum min żunụbikum wa yu`akhkhirakum ilā ajalim musammā, qālū in antum illā basyarum miṡlunā, turīdụna an taṣuddụnā ‘ammā kāna ya’budu ābā`unā fa`tụnā bisulṭānim mubīn

10. Berkata rasul-rasul mereka: “Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan)mu sampai masa yang ditentukan?” Mereka berkata: “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami, bukti yang nyata”.

قَالَتْ لَهُمْ رُسُلُهُمْ إِن نَّحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَمُنُّ عَلَىٰ مَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ ۖ وَمَا كَانَ لَنَآ أَن نَّأْتِيَكُم بِسُلْطَٰنٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ

qālat lahum rusuluhum in naḥnu illā basyarum miṡlukum wa lākinnallāha yamunnu ‘alā may yasyā`u min ‘ibādih, wa mā kāna lanā an na`tiyakum bisulṭānin illā bi`iżnillāh, wa ‘alallāhi falyatawakkalil-mu`minụn

11. Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.

وَمَا لَنَآ أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى ٱللَّهِ وَقَدْ هَدَىٰنَا سُبُلَنَا ۚ وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَىٰ مَآ ءَاذَيْتُمُونَا ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُتَوَكِّلُونَ

wa mā lanā allā natawakkala ‘alallāhi wa qad hadānā subulanā, wa lanaṣbiranna ‘alā mā āżaitumụnā, wa ‘alallāhi falyatawakkalil-mutawakkilụn

12. Mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri”.

وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لِرُسُلِهِمْ لَنُخْرِجَنَّكُم مِّنْ أَرْضِنَآ أَوْ لَتَعُودُنَّ فِى مِلَّتِنَا ۖ فَأَوْحَىٰٓ إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ لَنُهْلِكَنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ

wa qālallażīna kafarụ lirusulihim lanukhrijannakum min arḍinā au lata’ụdunna fī millatinā, fa auḥā ilaihim rabbuhum lanuhlikannaẓ-ẓālimīn

13. Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka: “Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami”. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: “Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zalim itu,

وَلَنُسْكِنَنَّكُمُ ٱلْأَرْضَ مِنۢ بَعْدِهِمْ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِى وَخَافَ وَعِيدِ

wa lanuskinannakumul-arḍa mim ba’dihim, żālika liman khāfa maqāmī wa khāfa wa’īd

14. dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku”.

وَٱسْتَفْتَحُوا۟ وَخَابَ كُلُّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ

wastaftaḥụ wa khāba kullu jabbārin ‘anīd

15. Dan mereka memohon kemenangan (atas musuh-musuh mereka) dan binasalah semua orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala,

مِّن وَرَآئِهِۦ جَهَنَّمُ وَيُسْقَىٰ مِن مَّآءٍ صَدِيدٍ

miw warā`ihī jahannamu wa yusqā mim mā`in ṣadīd

16. di hadapannya ada Jahannam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah,

يَتَجَرَّعُهُۥ وَلَا يَكَادُ يُسِيغُهُۥ وَيَأْتِيهِ ٱلْمَوْتُ مِن كُلِّ مَكَانٍ وَمَا هُوَ بِمَيِّتٍ ۖ وَمِن وَرَآئِهِۦ عَذَابٌ غَلِيظٌ

yatajarra’uhụ wa lā yakādu yusīguhụ wa ya`tīhil-mautu ming kulli makāniw wa mā huwa bimayyit, wa miw warā`ihī ‘ażābun galīẓ

17. diminumnnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati, dan dihadapannya masih ada azab yang berat.

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِرَبِّهِمْ ۖ أَعْمَٰلُهُمْ كَرَمَادٍ ٱشْتَدَّتْ بِهِ ٱلرِّيحُ فِى يَوْمٍ عَاصِفٍ ۖ لَّا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا۟ عَلَىٰ شَىْءٍ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلضَّلَٰلُ ٱلْبَعِيدُ

maṡalullażīna kafarụ birabbihim a’māluhum karamādinisytaddat bihir-rīḥu fī yaumin ‘āṣif, lā yaqdirụna mimmā kasabụ ‘alā syaī`, żālika huwaḍ-ḍalālul-ba’īd

18. Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.

أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ بِٱلْحَقِّ ۚ إِن يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ

a lam tara annallāha khalaqas-samāwāti wal-arḍa bil-ḥaqq, iy yasya` yuż-hibkum wa ya`ti bikhalqin jadīd

19. Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak? Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti(mu) dengan makhluk yang baru,

وَمَا ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ بِعَزِيزٍ

wa mā żālika ‘alallāhi bi’azīz

20. dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah.

وَبَرَزُوا۟ لِلَّهِ جَمِيعًا فَقَالَ ٱلضُّعَفَٰٓؤُا۟ لِلَّذِينَ ٱسْتَكْبَرُوٓا۟ إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنتُم مُّغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ ٱللَّهِ مِن شَىْءٍ ۚ قَالُوا۟ لَوْ هَدَىٰنَا ٱللَّهُ لَهَدَيْنَٰكُمْ ۖ سَوَآءٌ عَلَيْنَآ أَجَزِعْنَآ أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٍ

wa barazụ lillāhi jamī’an fa qālaḍ-ḍu’afā`u lillażīnastakbarū innā kunnā lakum taba’an fa hal antum mugnụna ‘annā min ‘ażābillāhi min syaī`, qālụ lau hadānallāhu lahadainākum, sawā`un ‘alainā ajazi’nā am ṣabarnā mā lanā mim maḥīṣ

21. Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja? Mereka menjawab: “Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri”.

وَقَالَ ٱلشَّيْطَٰنُ لَمَّا قُضِىَ ٱلْأَمْرُ إِنَّ ٱللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ ٱلْحَقِّ وَوَعَدتُّكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ ۖ وَمَا كَانَ لِىَ عَلَيْكُم مِّن سُلْطَٰنٍ إِلَّآ أَن دَعَوْتُكُمْ فَٱسْتَجَبْتُمْ لِى ۖ فَلَا تَلُومُونِى وَلُومُوٓا۟ أَنفُسَكُم ۖ مَّآ أَنَا۠ بِمُصْرِخِكُمْ وَمَآ أَنتُم بِمُصْرِخِىَّ ۖ إِنِّى كَفَرْتُ بِمَآ أَشْرَكْتُمُونِ مِن قَبْلُ ۗ إِنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

wa qālasy-syaiṭānu lammā quḍiyal-amru innallāha wa’adakum wa’dal-ḥaqqi wa wa’attukum fa akhlaftukum, wa mā kāna liya ‘alaikum min sulṭānin illā an da’autukum fastajabtum lī, fa lā talụmụnī wa lụmū anfusakum, mā ana bimuṣrikhikum wa mā antum bimuṣrikhiyy, innī kafartu bimā asyraktumụni ming qabl, innaẓ-ẓālimīna lahum ‘ażābun alīm

22. Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.

وَأُدْخِلَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ ۖ تَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَٰمٌ

wa udkhilallażīna āmanụ wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti jannātin tajrī min taḥtihal-an-hāru khālidīna fīhā bi`iżni rabbihim, taḥiyyatuhum fīhā salām

23. Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah “salaam”.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ

a lam tara kaifa ḍaraballāhu maṡalang kalimatan ṭayyibatang kasyajaratin ṭayyibatin aṣluhā ṡābituw wa far’uhā fis-samā`

24. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,

تُؤْتِىٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍۭ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

tu`tī ukulahā kulla ḥīnim bi`iżni rabbihā, wa yaḍribullāhul-amṡāla lin-nāsi la’allahum yatażakkarụn

25. pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ ٱلْأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ

wa maṡalu kalimatin khabīṡating kasyajaratin khabīṡatinijtuṡṡat min fauqil-arḍi mā lahā ming qarār

26. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.

يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱلْقَوْلِ ٱلثَّابِتِ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ ۖ وَيُضِلُّ ٱللَّهُ ٱلظَّٰلِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ

yuṡabbitullāhullażīna āmanụ bil-qauliṡ-ṡābiti fil-ḥayātid-dun-yā wa fil-ākhirah, wa yuḍillullāhuẓ-ẓālimīn, wa yaf’alullāhu mā yasyā`

27. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.

۞ أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ بَدَّلُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا۟ قَوْمَهُمْ دَارَ ٱلْبَوَارِ

a lam tara ilallażīna baddalụ ni’matallāhi kufraw wa aḥallụ qaumahum dāral-bawār

28. Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?,

جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا ۖ وَبِئْسَ ٱلْقَرَارُ

jahannam, yaṣlaunahā, wa bi`sal-qarār

29. yaitu neraka jahannam; mereka masuk kedalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.

وَجَعَلُوا۟ لِلَّهِ أَندَادًا لِّيُضِلُّوا۟ عَن سَبِيلِهِۦ ۗ قُلْ تَمَتَّعُوا۟ فَإِنَّ مَصِيرَكُمْ إِلَى ٱلنَّارِ

wa ja’alụ lillāhi andādal liyuḍillụ ‘an sabīlih, qul tamatta’ụ fa inna maṣīrakum ilan-nār

30. Orang-orang kafir itu telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah supaya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah kamu, karena sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka”.

قُل لِّعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ يُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُنفِقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِىَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خِلَٰلٌ

qul li’ibādiyallażīna āmanụ yuqīmuṣ-ṣalāta wa yunfiqụ mimmā razaqnāhum sirraw wa ‘alāniyatam ming qabli ay ya`tiya yaumul lā bai’un fīhi wa lā khilāl

31. Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلْفُلْكَ لِتَجْرِىَ فِى ٱلْبَحْرِ بِأَمْرِهِۦ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلْأَنْهَٰرَ

allāhullażī khalaqas-samāwāti wal-arḍa wa anzala minas-samā`i mā`an fa akhraja bihī minaṡ-ṡamarāti rizqal lakum, wa sakhkhara lakumul-fulka litajriya fil-baḥri bi`amrih, wasakhkhara lakumul-an-hār

32. Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.

وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ دَآئِبَيْنِ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ

wa sakhkhara lakumusy-syamsa wal-qamara dā`ibaīn, wa sakhkhara lakumul-laila wan-nahār

33. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.

وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

wa ātākum ming kulli mā sa`altumụh, wa in ta’uddụ ni’matallāhi lā tuḥṣụhā, innal-insāna laẓalụmung kaffār

34. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).

وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِيمُ رَبِّ ٱجْعَلْ هَٰذَا ٱلْبَلَدَ ءَامِنًا وَٱجْنُبْنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعْبُدَ ٱلْأَصْنَامَ

wa iż qāla ibrāhīmu rabbij’al hāżal-balada āminaw wajnubnī wa baniyya an na’budal-aṣnām

35. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.

رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِّنَ ٱلنَّاسِ ۖ فَمَن تَبِعَنِى فَإِنَّهُۥ مِنِّى ۖ وَمَنْ عَصَانِى فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

rabbi innahunna aḍlalna kaṡīram minan-nās, fa man tabi’anī fa innahụ minnī, wa man ‘aṣānī fa innaka gafụrur raḥīm

36. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

رَّبَّنَآ إِنِّىٓ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجْعَلْ أَفْـِٔدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِىٓ إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

rabbanā innī askantu min żurriyyatī biwādin gairi żī zar’in ‘inda baitikal-muḥarrami rabbanā liyuqīmuṣ-ṣalāta faj’al af`idatam minan-nāsi tahwī ilaihim warzuq-hum minaṡ-ṡamarāti la’allahum yasykurụn

37. Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.

رَبَّنَآ إِنَّكَ تَعْلَمُ مَا نُخْفِى وَمَا نُعْلِنُ ۗ وَمَا يَخْفَىٰ عَلَى ٱللَّهِ مِن شَىْءٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِى ٱلسَّمَآءِ

rabbanā innaka ta’lamu mā nukhfī wa mā nu’lin, wa mā yakhfā ‘alallāhi min syai`in fil-arḍi wa lā fis-samā`

38. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى وَهَبَ لِى عَلَى ٱلْكِبَرِ إِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ ۚ إِنَّ رَبِّى لَسَمِيعُ ٱلدُّعَآءِ

al-ḥamdu lillāhillażī wahaba lī ‘alal-kibari ismā’īla wa is-ḥāq, inna rabbī lasamī’ud-du’ā`

39. Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.

رَبِّ ٱجْعَلْنِى مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ

rabbij’alnī muqīmaṣ-ṣalāti wa min żurriyyatī rabbanā wa taqabbal du’ā`

40. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.

رَبَّنَا ٱغْفِرْ لِى وَلِوَٰلِدَىَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ ٱلْحِسَابُ

rabbanagfir lī wa liwālidayya wa lil-mu`minīna yauma yaqụmul-ḥisāb

41. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”.

وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱللَّهَ غَٰفِلًا عَمَّا يَعْمَلُ ٱلظَّٰلِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ ٱلْأَبْصَٰرُ

wa lā taḥsabannallāha gāfilan ‘ammā ya’maluẓ-ẓālimụn, innamā yu`akhkhiruhum liyaumin tasykhaṣu fīhil-abṣār

42. Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak,

مُهْطِعِينَ مُقْنِعِى رُءُوسِهِمْ لَا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ ۖ وَأَفْـِٔدَتُهُمْ هَوَآءٌ

muhṭi’īna muqni’ī ru`ụsihim lā yartaddu ilaihim ṭarfuhum, wa af`idatuhum hawā`

43. mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.

وَأَنذِرِ ٱلنَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ ٱلْعَذَابُ فَيَقُولُ ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ رَبَّنَآ أَخِّرْنَآ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ نُّجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ ٱلرُّسُلَ ۗ أَوَلَمْ تَكُونُوٓا۟ أَقْسَمْتُم مِّن قَبْلُ مَا لَكُم مِّن زَوَالٍ

wa anżirin-nāsa yauma ya`tīhimul-‘ażābu fa yaqụlullażīna ẓalamụ rabbanā akhkhirnā ilā ajaling qarībin nujib da’wataka wa nattabi’ir-rusul, a wa lam takụnū aqsamtum ming qablu mā lakum min zawāl

44. Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim: “Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul”. (Kepada mereka dikatakan): “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?

وَسَكَنتُمْ فِى مَسَٰكِنِ ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ وَتَبَيَّنَ لَكُمْ كَيْفَ فَعَلْنَا بِهِمْ وَضَرَبْنَا لَكُمُ ٱلْأَمْثَالَ

wa sakantum fī masākinillażīna ẓalamū anfusahum wa tabayyana lakum kaifa fa’alnā bihim wa ḍarabnā lakumul-amṡāl

45. dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan”.

وَقَدْ مَكَرُوا۟ مَكْرَهُمْ وَعِندَ ٱللَّهِ مَكْرُهُمْ وَإِن كَانَ مَكْرُهُمْ لِتَزُولَ مِنْهُ ٱلْجِبَالُ

wa qad makarụ makrahum wa ‘indallāhi makruhum, wa ing kāna makruhum litazụla min-hul-jibāl

46. Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya.

فَلَا تَحْسَبَنَّ ٱللَّهَ مُخْلِفَ وَعْدِهِۦ رُسُلَهُۥٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ ذُو ٱنتِقَامٍ

fa lā taḥsabannallāha mukhlifa wa’dihī rusulah, innallāha ‘azīzun żuntiqām

47. Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-raaul-Nya; sesungguhnya Allah Maha Perkasa, lagi mempunyai pembalasan.

يَوْمَ تُبَدَّلُ ٱلْأَرْضُ غَيْرَ ٱلْأَرْضِ وَٱلسَّمَٰوَٰتُ ۖ وَبَرَزُوا۟ لِلَّهِ ٱلْوَٰحِدِ ٱلْقَهَّارِ

yauma tubaddalul-arḍu gairal-arḍi was-samāwātu wa barazụ lillāhil-wāḥidil-qahhār

48. (Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan meraka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.

وَتَرَى ٱلْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ مُّقَرَّنِينَ فِى ٱلْأَصْفَادِ

wa taral-mujrimīna yauma`iżim muqarranīna fil-aṣfād

49. Dan kamu akan melihat orang-orang yang berdosa pada hari itu diikat bersama-sama dengan belenggu.

سَرَابِيلُهُم مِّن قَطِرَانٍ وَتَغْشَىٰ وُجُوهَهُمُ ٱلنَّارُ

sarābīluhum ming qaṭirāniw wa tagsyā wujụhahumun-nār

50. Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup oleh api neraka,

لِيَجْزِىَ ٱللَّهُ كُلَّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ

liyajziyallāhu kulla nafsim mā kasabat, innallāha sarī’ul-ḥisāb

51. agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Maha cepat hisab-Nya.

هَٰذَا بَلَٰغٌ لِّلنَّاسِ وَلِيُنذَرُوا۟ بِهِۦ وَلِيَعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا هُوَ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

hāżā balāgul lin-nāsi wa liyunżarụ bihī wa liya’lamū annamā huwa ilāhuw wāḥiduw wa liyażżakkara ulul-albāb

52. (Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.

Categories
Kisah Nabi

Kisah Nabi Ibrahim di Harran dan Mesir

Kisah Nabi Ibrahim di Harran dan Palestina

Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di Harran

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kembali bertemu dengan kaum yang berbuat kesyirikan di Harran. Akan tetapi kesyirikan yang mereka lakukan, berbeda dengan kesyirikan yang dilakukan oleh kaumnya di Babil. Kalau di Babil penduduknya menyembah berhala, di Harran menyembah benda-benda langit([1]). Kisah inilah yang orang-orang mengira bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mencari tuhan, padahal tidak demikian. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah orang yang sejak awal telah dan mendakwahkan tauhid. Hanya saja di antara metode dakwah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah berdialog dengan kaumnya yang dengan dialog tersebut membuat mereka berpikir, sebagaimana yang beliau lakukan di Babil. Maka tidak benar anggapan orang-orang bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mencari tuhan.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ

Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin.” (QS. Al-An’am : 75)

Dalam ayat ini disebutkan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam telah yakin terhadap keberadaan tuhan sebelum berdialog dengan kaumnya di Harran. Maka bertemulah beliau dengan kaum yang menyembah benda-benda langit. Ketahuilah bahwa model kesyirikan di alam semesta ini hanya dua, yaitu kalau tidak menyembah benda-benda di bumi, maka pasti menyembah benda-benda di langit. Dua model kesyirikan tersebut dihadapi oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan tentang dialog yang terjadi antara Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan kaumnya yang menyembah benda-benda langit dalam firmannya,

فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ

Maka Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam“. (Al-An’am : 76)

Firman Allah فَلَمَّا , di sini Allah menggunakan huruf faa’ yang menunjukan tertib (urutan). Yaitu setelah Ibrahim yakin dan beriman (sebagaimana disebutkan pada ayat sebelumnya) baru kemudian terjadi kisah “ketika malam telah gelap….dst”.

Jadi di dalam ayat ini, Nabi Ibrahim sedang berdialog dengan kaumnya yang menyembah bintang-bintang dan bukan mencari tuhan. Akan tetapi perkataan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang seperti itu ditujukan agar kaumnya itu mau berpikir bahwa benda-benda langit tidak pantas jadi tuhan. Seakan-akan Ibrahim berkata kepada kaumnya, “Bintang adalah tuhanku, marilah bersamaku kita merenung tentang bintang apakah pantas menjadi tuhan kita?, apakah ada pendapat yang menguatkannya sebagai tuhan?”. Ibrahim menampakan seakan-akan ia mengakui benda-benda langit tersebut sebagai tuhan, namun dalam rangka untuk membantah, agar kaumnya berfikir.

Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdialog dengan kaumnya yang menyembah bulan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ

Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat“. (QS. Al-An’am : 77)

Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdialog dengan kaumnya yang menyembah matahari. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman

فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَاقَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ

Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.”

Maka ini dalil bahwasanya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidak sedang mencari tuhan, tetapi berdialog dengan kaumnya. Oleh karenanya Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan,

وَالْحَقُّ أَنَّ إِبْرَاهِيمَ، عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، كَانَ فِي هَذَا الْمَقَامِ مُنَاظِرًا لِقَوْمِهِ

Yang benar, bahwa Ibrahim ‘alaihisshalatu wassalam, pada posisi itu, beliau sedang berdebat dengan kaumnya.”([2])

Kemudian Nabi Ibrahim berkata kepada kaumnya tersebut,

إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. Al-An’am : 79)

Setelah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata demikian kepada mereka, ternyata kaumnya pun mendebat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Mereka tidak terima tatkala mereka dikatakan berbuat kesyirikan. Bahkan kaumnya menakut-nakuti Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan sesembahan mereka. Akan tetapi Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidak peduli dengan perkataan dan ancaman mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentang perkataan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kepada mereka tatkala dia dibantah dan ditakut-takuti oleh kaumnya,

وَحَاجَّهُ قَوْمُهُ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ وَلَا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ، وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: “Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (dari padanya)? Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya”. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?” (QS. Al-An’am : 80-81)

Akan tetapi Akhirnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pun diusir oleh kaumnya dari Harran.

Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di Mesir

Pada suatu ketika pergilah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membawa istrinya Sarah dari Harran melintasi negeri Mesir. Ternyata Raja yang menguasai negeri Mesir ketika itu adalah Raja yang mata keranjang. Ia memiliki orang orang yang mencari wanita-wanita yang cantik.

Rasulullah shallallahu álaihi wasallam bersabda :

هَاجَرَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ بِسَارَةَ، فَدَخَلَ بِهَا قَرْيَةً فِيهَا مَلِكٌ مِنَ المُلُوكِ، أَوْ جَبَّارٌ مِنَ الجَبَابِرَةِ، فَقِيلَ: دَخَلَ إِبْرَاهِيمُ بِامْرَأَةٍ هِيَ مِنْ أَحْسَنِ النِّسَاءِ (وفي رواية : لَقَدْ قَدِمَ أَرْضَكَ امْرَأَةٌ لَا يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تَكُونَ إِلَّا لَكَ)، فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ: أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ مَنْ هَذِهِ الَّتِي مَعَكَ؟ قَالَ: أُخْتِي، ثُمَّ رَجَعَ إِلَيْهَا فَقَالَ: لاَ تُكَذِّبِي حَدِيثِي، فَإِنِّي أَخْبَرْتُهُمْ أَنَّكِ أُخْتِي، وَاللَّهِ إِنْ عَلَى الأَرْضِ مُؤْمِنٌ غَيْرِي وَغَيْرُكِ، فَأَرْسَلَ بِهَا إِلَيْهِ (وفي رواية : فَقَامَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ إِلَى الصَّلَاةِ) فَقَامَ إِلَيْهَا (وفي رواية : فَلَمَّا دَخَلَتْ عَلَيْهِ لَمْ يَتَمَالَكْ أَنْ بَسَطَ يَدَهُ إِلَيْهَا)، فَقَامَتْ تَوَضَّأُ وَتُصَلِّي، فَقَالَتْ: اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ آمَنْتُ بِكَ وَبِرَسُولِكَ، وَأَحْصَنْتُ فَرْجِي، إِلَّا عَلَى زَوْجِي فَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيَّ الكَافِرَ، فَغُطَّ حَتَّى رَكَضَ بِرِجْلِهِ، (وفي رواية : فَقُبِضَتْ يَدُهُ قَبْضَةً شَدِيدَةً، فَقَالَ لَهَا: ادْعِي اللهَ أَنْ يُطْلِقَ يَدِي وَلَا أَضُرُّكِ) قَالَتْ: اللَّهُمَّ إِنْ يَمُتْ يُقَالُ هِيَ قَتَلَتْهُ، فَأُرْسِلَ ثُمَّ قَامَ إِلَيْهَا، فَقَامَتْ تَوَضَّأُ تُصَلِّي، وَتَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ آمَنْتُ بِكَ وَبِرَسُولِكَ وَأَحْصَنْتُ فَرْجِي إِلَّا عَلَى زَوْجِي، فَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيَّ هَذَا الكَافِرَ، فَغُطَّ حَتَّى رَكَضَ بِرِجْلِهِ، فَقَالَتْ: اللَّهُمَّ إِنْ يَمُتْ فَيُقَالُ هِيَ قَتَلَتْهُ، فَأُرْسِلَ فِي الثَّانِيَةِ، أَوْ فِي الثَّالِثَةِ، فَقَالَ: وَاللَّهِ مَا أَرْسَلْتُمْ إِلَيَّ إِلَّا شَيْطَانًا، ارْجِعُوهَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ، وَأَعْطُوهَا آجَرَ فَرَجَعَتْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، فَقَالَتْ: أَشَعَرْتَ أَنَّ اللَّهَ كَبَتَ الكَافِرَ وَأَخْدَمَ وَلِيدَةً (وفي رواية : فَأَخْدَمَهَا هَاجَرَ)

Ibrahim álihis salam berhijrah dengan Sarah, maka Ibrahim pun membawa Sarah masuk ke sebuah negeri yang di situ ada seorang Raja atau seorang penguasa yang dzalim. Maka dikatakan kepadanya, “Telah masuk ke negerimu Ibrahim dengan seorang wanita yang termasuk wanita tercantik” (dalam riwayat yang lain : Telah datng ke negerimu seorang wanita yang tidak pantas kecuali hanya untukmu([3])). Maka Raja tersebut mengirim utusan untuk bertanya kepada Ibrahim, “Wahai Ibrahim, siapakah wanita ini yang bersamamu?”. Ibrahim berkata, “Saudariku”. Kemudian Ibrahim berkata kepada Sarah, “Janganlah engkau mendustakan perkataanku, karena aku telah mengabarkan kepada mereka bahwasanya engkau adalah saudariku. Demi Allah tidak ada di atas muka bumi seorang mukmin selain aku dan engkau”. Maka Ibrahim pun melepas Sarah kepada sang Raja, (dalam riwayat yang lain : Maka Ibrahim pun shalat([4])) maka sang Rajapun bangun menuju Sarah (dalam riwayat yang lain : Tatkala Sarah diketemukan dengan sang Raja maka sang Raja tidak kuasa menahan dirinya untuk menjulurkan tangannya ke Sarah). Maka Sarahpun bangun lalu wudhu dan shalat, ia pun berdoa, “Ya Allah sungguh aku telah beriman kepadamu dan kepada Rasul-Mu, dan aku telah menjaga kemaluanku kecuali hanya kepada suamiku, maka janganlah engkau menjadikan orang kafir ini (sang Raja) menguasai diriku”. Maka Raja tersebut tercekik (dan mengeluarkan suara orang tercekik) hingga menggerak-gerakan kakinya dan menendangkannya di tanah([5]). (Dalam riwayat yang lain : Maka tangannya terbelenggu dengan belenggu yang kuat. Maka ia pun berkata kepada Sarah : Berdoalah kepada Allah, maka aku tidak akan menyakitimu) Sarah berdoa, “Ya Allah jika Raja ini mati maka akan dikatakan sang wanita (Sarah) telah membunuhnya”. Maka terlepaslah Raja tersebut, kemudian ia kembali menuju Sarah. Maka Sarahpun berwudhu dan shalat  dan berdoa, “Ya Allah sesungguhnya aku beriman kepadaMu dan Rasul-Mu dan aku menjaga kemaluanku kecuali hanya kepada suami, maka janganlah engkau menjadikan orang kafir ini menguasaiku”. Maka Raja tersebut tercekik (dan mengeluarkan suara orang tercekik) hingga menggerak-gerakan kakinya dan menendangkannya di tanah. Sarah berdoa, “Ya Allah jika Raja ini mati maka akan dikatakan sang wanita (Sarah) telah membunuhnya”. Maka terlepaslah Raja tersebut, kedua kali atau ke tiga kali, maka Raja tersebut berkata, “Demi Allah kalian tidak mengirim kepadaku melainkan syaitan, kembalikan wanita ini kepada Ibrahim, dan berikanlah kepada wanita ini pembantu”. Maka Sarahpun kembali kepada Ibrahim álaihis salam, lalu ia berkata, “Lihatlah, Allah mengalahkan Raja kafir dan memberikan pembantu wanita. (dalam riwayat yang lain : Maka sang Raja memberikan Hajar([6]) untuk membantu Sarah)” ([7])

Maksud dari perkataan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam “Tidak ada orang beriman di muka bumi ini kecuali aku dan kamu” adalah tidak ada orang yang beriman kepada Allah kecuali mereka berdua di negeri Mesir tersebut. Karena sebagaimana telah dijelaskan bahwasanya Luuth álaihis salam juga beriman, hanya saja ia berada di negeri yang lain, yaitu di kota Sodom. Atau kata para ulama maksudnya adalah tidak ada pasangan suami istri yang beriman kecuali mereka berdua. Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meminta Sarah untuk ikut mengakui bahwa dia adalah saudara perempuannya. Karena jika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengatakan bahwa dia adalah suaminya, maka pasti dia akan dibunuh. Sehingga agar Nabi Ibrahim ‘alaihissalam selamat, dia pun mengatakan bahwa Sarah adalah saudarinya. Dan inilah kedustaan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang ketiga.

Tiga dusta ini yang menghalangi Nabi Ibrahim ‘alaihis salam untuk memberi syafaat pada hari kiamat kelak di padang mahsyar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

فَيَأْتُونَ إِبْرَاهِيمَ فَيَقُولُونَ: يَا إِبْرَاهِيمُ أَنْتَ نَبِيُّ اللَّهِ وَخَلِيلُهُ مِنْ أَهْلِ الأَرْضِ، اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ أَلاَ تَرَى إِلَى مَا نَحْنُ فِيهِ، فَيَقُولُ لَهُمْ: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ اليَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبَ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنِّي قَدْ كُنْتُ كَذَبْتُ ثَلاَثَ كَذِبَاتٍ نَفْسِي نَفْسِي نَفْسِي، اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى مُوسَى

“Maka merekapun mendatangi Ibrahim, maka mereka berkata, “Wahai Ibrahim, engkau adalah seorang Nabinya Allah dan kekasih Allah dari penghuni bumi, berilah syafaát bagi kami kepada Rabbmu. Tidakkah engkau lihat kondisi kami?”. Maka Ibrahim berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Rabbku telah murka pada hari ini dengan kemurkaan yang belum pernah Rabbku murka seperti itu sebelumnya dan tidak akan murka seperti itu setelahnya. Sesungguhnya aku pernah berdusta tiga kali. Jiwaku, jiwaku, jiwaku (justru yang butuh kepada syafaát([8])), pergilah kepada Nabi yang lain, pergilah kalian kepada Musa” ([9])

Bagaimana mulia dan takwanya Ibrahim, kedudukannya sebagai kekasih Allah tidaklah menjadikan beliau pada hari kiamat merasa pantas untuk memberikan syafaát. Bahkan tiga kedusataan yang beliau pernah lakukan selalu teringat oleh beliau, dan beliau anggap sebagai perkara yang besar yang menjadikan beliau tidak berani memberi syafaat. Padahal ketiga kedustaan tersebut semuanya karena Allah dan dalam kondisi terdesak. Dan hendaknya inilah sifat seorang yang beriman tidak pernah ujub dan bangga dengan amal shalih yang telah ia kerjakan.

Lihat Ibrahim meskipun beliau adalah kekasih Allah akan tetapi beliau tetap berdoa kepada Allah dengan penuh tawadu:

وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ، رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ، وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ، وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ، وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ، وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ، يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ، إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

Dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat. Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah Bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS Asy-Syuároo : 82-89)

Masih panjang kisah Nabi Ibrahim seperti :

  • Perjalanan Ibrahim álaihis salama menemani Hajar dan Ismaíl ke Mekah. (akan dibahas di kisah Nabi Ismaíl)
  • Kisah Ibrahim menjamu tamu-tamu malaikat (akan dibahas pada kisah Nabi Luth)

Kisah Ibrahim di Perjanjian Lama (Bible)

Adapun di Bible (Perjanjian Lama) maka tidak disebutkan tentang bagaimana dakwah Nabi Ibrahim dan perdebatan beliau terhadap kaum musyrikin dan Raja Numrud. Akan tetapi Bible hanya fokus tentang keluarga Ibrahim (Abraham) yang merupakan nenek moyang silsilah Bani Israíl. Lain halnya dengan al-Qurán yang fokus menceritakan tentang perjuangan dakwah Ibrahim serta ujian berat yang dialami oleh beliau. Ini semua tidak disebutkan dalam Bible.

Footnote:
____

([1]) Lihat Qashah Al-Anbiya’ 1/169

([2]) Tafsir Ibnu Katsir 3/292

Yang menunjukan bahwa ini adalah bentuk dialog Ibrahim dengan kaumnya (bukan sedang mencari tuhan) adalah perkara-perkara berikut :

Pertama : Sebelum terjadi dialog Allah sudah menyatakan bahwa Ibrahim termasuk orang yang yakin.

Kedua : Allah sendiri telah menyebutkan di akhir kisah bahwa ini adalah perdebatan. Allah berfirman :

وَحَاجَّهُ قَوْمُهُ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ

Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: “Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku (QS Al-Anám : 80)

Allah juga berfirman setelah itu وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ “Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya” (QS Al-Anám : 83)

Ketiga : Sebagaimana telah lalu ayat-ayat yang menunjukan bahwa Ibrahim tidak pernah berbuat syirik sama sekali (Lihat al-‘Adzb al-Muniir, Asy-Syingqithy 1/414)

Keempat : Para ulama juga telah sepakat bahwa para nabi dan rasul ma’shum (terjaga) dari melakukan kekufuran, sementara meyakini bintang atau bulan atau matahari sebagai Rabb adalah kekufuran yang nyata.

Kelima : Bisa jadi perkataan Ibrahim هَذَا رَبِّي “Ini tuhanku”, maksudnya bukan pernyataan tapi pertanyaan yang beliau tujukan kepada kaumnya agar mereka berfikir, yaitu أَهَذَا رَبِّي؟ “Ini tuhanku?”, hanya saja huruf hamzah أَ untuk bertanya dihilangkan. Hal ini seperti firman Allah أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ “maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?”(QS Al-Anbiya’ : 34), yaitu maknanya أَفَهُمُ الْخَالِدُونَ,  hanya saja hamzah untuk bertanya dihapuskan karena dipahami. (Lihat Tafsir at-Thobari 7/26)

([3])  Dikatakan setelah Hawwa hingga zamannya Saarah tidak ada wanita yang lebih cantik dari Sarah (Lihat Qoshosh al-Anbiyaa 1/198)

([4])  Syariát shalat telah ada sejak dahulu hanya saja mungkin terdapat perbedaan dalam tata cara dan jumlah rakaatnya. Yang jelas disebutkan dalam hadits bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendirikan shalat. Bahkan dalam kisah di atas Sarah berwudhu juga. Sehingga Ibnu Hajar merajihkan pendapat bahwa wudhu juga disyariátkan pada umat-umat sebelumnya, hanya saja yang menjadi keistimewaan umat ini adalah adanya cahaya bekas wudhu pada hari kiamat. (LIhat Fathul Baari 1/236)

([5]) Lihat penjelasan al-‘Aini di Umdatul Qoori 12/31.

([6]) Disebutkan bahwa Ayahnya Hajar adalah salah seorang raja kaum al-Qibth (Lihat Fathul Baari 6/394)

([7]) HR al-Bukhari no 3357, 3358 dan Muslim no 2371

([8]) HR al-Bukhari no 4712 dan Muslim no 194

([9]) Lihat Irsyaad as-Saari, al-Qostholaani 7/205

Categories
Kisah Nabi

Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Raja Numrud

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Raja Numrud

Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA. 

Di antara kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, beliau bertemu dengan Raja yang  sangat kafir yang mendebat Ibrahim tentang Allah. Mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa Raja tersebut bernama Numrud bin Kanán. Namun para ulama berselisih kapan kisah pertemuan atau perdebatan antara Ibrahim dan Numrud tersebut?. Sebagian yang lain berpendapat bahwa kejadiannya adalah setelah Ibrahim dibakar, yaitu ketika ia selamat, ia lalu dibawa untuk bertemu dengan Numrud. Jadi kejadiannya sebelum beliau diusir dari Babil([1]).

Raja Numrud adalah salah satu dari dua Raja yang pernah mengaku sebagai tuhan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Raja yang pernah mengaku sebagai tuhan adalah Fir’aun, sedangkan Numrud juga pernah mengaku dirinya sebagai tuhan, akan tetapi kisahnya tidak terlalu terkenal seperti Fir’aun. Disebutkan oleh sebagian ulama bahwa ada empat orang yang kekuasaannya sangat luas di muka bumi ini. Dua orang tersebut adalah muslim, dan dua yang lainnya kafir. Dua orang muslim tersebut adalah Nabi Sulaiman ‘alaihissalam dan Dzulqarnain, dan dua orang kafir tersebut adalah Numrud dan Bukhtanasshar([2]). Dan Numrud adalah Raja pertama yang menguasai bumi([3]). Bahkan disebutkan ia menjadi Raja selama 400 tahun([4]).

Allah Subhanahu wa ta’ala memulai kisah pertemuan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan Namrud dalam firmanNya,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Apakah kamu tidak memperhatikan([5]) orang yang mendebat([6]) Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan) ([7]). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah : 258)

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Qatadah dan ulama lainnya mengatakan bahwa untuk membuktikan bahwa Numrud dapat menghidupkan dan mematikan, Numrud mendatangkan dua orang yang akan dihukum mati. Ia kemudian menyuruh membunuh salah seorang dari keduanya dan memberikan kebebasan kepada yang lain dan tidak membunuhnya. Dan itulah makna menghidupkan dan mematikan menurut anggapannya. Ini adalah jawaban yang tidak nyambung dari Namrud. Tentu ini menunjukan kebodohan Numrud, padahal maksud Ibrahim bukan demikian. Seakan-akan ia bodoh atau pura-pura bodoh, lantas orang bodoh bagaimana bisa menjadi tuhan?. Namun Ibrahim tidak mendebatnya untuk menunjukan kebodohannya, karena susah menunjukan kebodohan dari orang bodoh yang meyakini kebodohannya adalah ilmu dan kepintaran. Karenanya Ibrahim berpindah pada hujjah berikutnya yang tidak mungkin bisa diakalin oleh Namrud. Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat“([8]). Maksudnya adalah jika benar apa yang dikatakan Namrud sebelumnya dan dia benar adalah tuhan, maka konsekuensinya adalah dia mampu mengatur hal-hal yang sifatnya sunnatullah di alam semesta. Maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meminta Numrud untuk mengubah sunnatullah tersebut dengan menerbitkan matahari dari barat. Maka ketika Numrud mengetahui ketidakmampuannya dan bahwa tidak sanggup berbuat apa-apa dengan kesombongan itu, ia pun tercengang, membisu tidak dapat berbicara sepatah kata pun. Dan hujjah pun telah jelas atas dirinya([9]).

Oleh karenanya definisi mukjizat adalah suatu kejadian luar biasa di luar sunnatullah yang Allah berikan kepada para Nabi sebagai bukti bahwa Nabi tersebut adalah utusan Allah([10]). Sehingga Allah menyertakan kepada para Nabi suatu aturan yang berubah dari aturan alam. Seperti halnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, aturan alam (sunatullah) dari api yang membakarnya adalah sifatnya panas, akan tetapi karena yang menciptakan api adalah Allah, sehingga mudah bagi Allah mengubah aturan tersebut dari panas menjadi dingin. Begitu pula mukjizat yang diberikan kepada Nabi Musa ‘alaihissalam yang tongkat kayu berubah menjadi ular. Sedangkan kita ketahui bahwa tidak ada perubahan senyawa kimia dari kayu menjadi daging. Oleh karenanya para penyihir yang melawan Nabi Musa ‘alaihissalam tahu bahwa itu adalah Mukjizat.

Akhirnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diusir oleh Numrud dari Babil. Sebagian ahli tafsir menyebutkan akhirnya Allah mengirimkan seekor lalat atau nyamuk yang masuk ke dalam hidungnya dan tinggal di dalam tubuhnya, maka lalat tersebut tinggal di kepalanya selama 400 tahun, dan selama itu pula kepalanya dipukul dengan palu. Jika kepalanya dipukul maka sakitnya berkurang. Dan orang yang paling rahmat kepadanya adalah orang yang mengumpulkan kedua tangannya lalu memukulkannya ke kepalanya. Ia menjadi Raja yang sombong selama 400 tahun, maka Allahpun mengadzabnya selama 400 tahun, lalu Allah membinasahkannya([11]). Allah menghinakan Namrud yang merasa bahwa dirinya hebat dengan dibuat mati karena seekor hewan yang sangat kecil dengan penuh ketersiksaan([12]).

Ibrahim meninggalkan Babil

Ibrahimpun diusir oleh Numrud. Ketika beliau tiba di pintu kota keluar kota maka ia bertemu dengan Luth álaihis salam yang merupakan keponakannya. Nabi Ibrahim pun mendakwahinya lalu iapun beriman kepada Ibrahim([13]).

Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam telah meninggalkan kampungnya, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَكُلًّا جَعَلْنَا نَبِيًّا

Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya’qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi Nabi.” (QS. Maryam : 49)

Ketika Nabi Ibrahim meninggalkan Ayah dan kaumnya, beliau pergi seorang diri, akhirnya karena kepergian Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang karena Allah, maka Allah anugerahkan anak-anak yang saleh yang kelak akan menjadi Nabi dan yang akan menemaninya yaitu Nabi Ishak dan Ya’qub ‘alaihimassalam. Bahkan seluruh Nabi setelah beliau adalah keturunan beliau([14]). Kata para ulama, bahwa ayat ini menjadi dalil bahwa ketika seseorang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan ganti dengan yang lebih baik. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ إِلَّا بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah ‘Azza wa Jalla, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” ([15])

Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meninggalkan Babil, disebutkan bahwa dia pergi bersama Nabi Luth ‘alaihissalam, karena Nabi Luth ‘alaihissalam beriman kepada beliau. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

فَآمَنَ لَهُ لُوطٌ وَقَالَ إِنِّي مُهَاجِرٌ إِلَى رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Maka Luth membenarkan (keNabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-‘Ankabut : 26)

Ibrahim pun pergi menuju Harran (di perbatasan negeri Syaam dan Turki), sementara Nabi Luth ‘alaihissalam berangkat menuju negeri Syam di daerah Sodom.

Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tiba di Harran beliau menikah dengan Sarah([16]).

Footnote:

_______

([1]) Ini adalah pendapat as-Suddy (lihat Tafsir Ibn Abi Hatim 2/498 no 2636 dan Tafsir At-Thobari 4/575)

([2]) Disebutkan oleh Mujahid dan dinukil oleh Ibnu katsir dalam tafsirnya, lihat Tafsir Mujahid hal.450 dan Tafsir Ibnu Katsir 1/525.

([3]) Lihat Tafsir at-Thobari 4/569

([4]) Lihat Tafsir Ibn Katsir 1/686

([5]) firman Allah adalah أَلَمْ تَرَ adalah ar-Ru‎‎’yah al-Qolbiyah, sehingga maksudnya adalah melihat dengan hati (bukan melihat dengan mata), atau merenungkan kabar yang sampai kalian tentang kisah tersebut.  (Lihat Tafsir ats-Tsa’labi 1/506)

([6]) Hal ini menunjukan bahwa seorang daí terkadang harus bersiap untuk didebat dan mendebat. Dan keduanya dilakukan oleh Ibrahim álaihis salam, beliau mendebat dan beliau didebat. Bahkan terkadang al-haq (kebenaran) nampak dalam perdebatan. Akan tetapi tentunya ini hanya terkadang dan hanya boleh dilakukan oleh seorang dai yang mahir dalam hal ini. Sehingga secara tidak langsung seorang dai yang ingin masuk dalam ajang perdebatan dia harus menguasai metode-metode dalam mendebat. Wallahu a’lam.

([7]) Lihatlah bagaimana kenikmatan (berupa kekuasaan dan kerajaan) menjadikan Namrud akhirnya sombong sehingga mengaku sebagai tuhan. Karenanya kenikmatan dan anugrah terkadang merupakan sebab menjadikan seseorang melampaui batas dan lupa daratan. Lihatlah Namrud tidaklah mengaku sebagai tuhan kecuali setelah Allah menganugrahkan kepadanya kerajaan dan kekuasaan. Sebaliknya terkadang musibah dan penyakit serta kemiskinan merupakan kenikmatan bagi seorang hamba, dimana dengan musibah tersebut ia kembali kepada Allah. Seseorang yang senantiasa berada dalam kenikmatan terkadang lupa kepada Pemberi anugrah tersebut dan akhirnya melampaui batas.

([8]) Ini adalah pendapat sebagian ushuliyun (ahli ushul fiqh), sebagaimana dinukil oleh Ibnul Qoyyim di Miftaah Daaris Saáadah 2/204. Yaitu Ibrahim tidak menjelaskan kepada Numrud bukan maksud mematikan dan menghidupkan sebagaimana yang kau pahami. Akan tetapi Ibrahim berpindah kepada hujjah yang lebih tegas dan jelas tentang matahari terbih dari timur.

Akan tetapi tafsir ini dikritik oleh Ibnul Qoyyim, beliau menjelaskan bahwa Ibrahim tidaklah berpindah dari hujjah yang kurang jelas kepada yang lebih jelas (mengingat Namrud yang tidak paham), akan tetapi Ibrahim sebenarnya melanjutkan hujjahnya. Yaitu ketika Namrud mengaku dia bisa melakukan perbuatan seperti perbuatan Tuhan dengan menghidupkan dan mematikan, maka Ibrahimpun melanjutkan hujjahnya, jika demikian berarti engkau ya Namrud harusnya bisa melakukan perbuatan yang lain dari Tuhan, yaitu menerbitkan matahari. Jadi menurut Ibnul Qoyyim hujjah menghidupkan dan mematikan adalah landasan untuk hujjah berikutnya yaitu menerbitkan matahari. Timbul pertanyaan, kenapa Numrud tidak berkata kepada Ibrahim, “Kalau begitu apakah Tuhanmu bisa menerbitkan matahari dari barat sebagaimana yang kau minta dariku?”. Hal ini karena dia kawatir jika Tuhannya Ibrahim ternyata benar-benar menerbitkan dari barat maka selesailah dia dihadapan rakyatnya. (LIhat Miftaah Daaris Saáadah 2/204-205). Terlebih lagi Numrud sudah melihat keajaiban Ibrahim yang tidak terbakar oleh api yang begitu besar.

([9]) Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/525

([10]) Lihat Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah 34/217

([11]) Lihat Tafsir At-Thobari 4/572 dan Tafsir Muqotil bin Sulaiman 1/216-217

([12]) Lihat Tafsir At-Thobari 14/204

([13]) Sebagaimana penjelasan As-Suddiy, lihat Tafsir Ibn Abi Hatim 7/2253 no 12310

([14]) Lihat Qoshosh al-Anbiyaa’ 1/191

([15]) HR. Ahmad 5/363 no. 23124

([16]) Sebagian ulama memandang bahwa Ibrahim sudah menikah dengan Sarah ketika di Babil, sehingga tatkala Ibrahim meninggalkan Babil beliau sudah pergi bersama Sarah. Dan ini pendapat yang dipilih oleh Ibnu Katsir (Lihat Qashah Al-Anbiya’ 1/192 dan Fathul Baari, Ibn Hajar 6/392). Namun sebagian ulama memandang bahwa Ibrahim menikah dengan Sarah di Harran. Ini adalah pendapat As-Suddiy. Sarah adalah putri Raja Harran, dan ia mencela agama kaumnya, akhirnya iapun menikah dengan Ibrahim. (Lihat Tafsir At-Thobari 16/313)

Categories
Kisah Nabi

Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam #1

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam

Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang kisah seorang Nabi yang sangat agung yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Keistimewaan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam


Pertama : Ibrahim adalah خَلِيْلُ اللهِ “kekasih Allah”

Hanya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Nabi Muhammad ﷺ yang mendapat predikat dari Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai Khalilurrahman (kekasih Allah). Terdapat rasul-rasul ulul azmi yang sangat mulia, dan di antar dua Nabi yang mulia tersebut adalah Nabi Muhammad ﷺ dan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Oleh karenanya Nabi ﷺ bersabda,

فَإِنَّ اللهِ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا، وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjadikanku sebagai kekasih sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Dan kalaupun seandainya aku mengambil salah seorang dari umatku (untuk dijadikan) sebagai kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih.”([1])

Allah Subhnahu wa ta’ala berfirman di dalam Alquran,

وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا

Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS. An-Nisa : 125)

Khalil dari kata الخُلَّةُ merupakan deRajat cinta yang tertinggi. Allah banyak mencintai para hambaNya, akan tetapi yang mencapi deRajat al-Khullah dari Allah hanyalah 2 orang Nabi, yaitu Nabi Ibrahim álaihis salam dan Nabi Muhammad shallallahu álaihi wasallam.Nabi Ibrahim álaihis salam benar-benar membuktikan cintanya kepada Allah dengan menjalankan segala perintah Allah yang berat-berat, maka Allah juga mencintai beliau dengan deRajat kecintaan yang tinggi. Beliau diuji dengan perkara-perkara yang sangat beliau cintai. Diantaranya :

  • Diuji dengan memiliki Ayah yang kafir, yang sangat ia cintai, tapi Ayahnya memusuhinya dan mengusirnya
  • Diuji meninggalkan kampung halamannya, bahkan dimusuhi oleh seluruh penduduk negeri.
  • Harus meninggalkan putranya Ismaíl yang sangat ia cintai, yang sudah puluhan tahun ia mengharapkan kelahiran anaknya. Begitu lahir ia harus berpisah darinya dan ditinggalkan di Mekah
  • Diuji untuk menyembelih putranya Ismaíl ketika sudah mencapai usia remaja, dan ia tetap menjalankannya


Kedua : Nabi Ibrahim álaihis salam disebutkan dalam shalawat.

Diantara keistimewaan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah ketika kita bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ, kita meminta agar beliau beserta keluarganya diberkahi sebagaimana keberkahan yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan keluarganya, dengan shalawat yang dikenal sebagai shalawat ibrahimiyyah,

اللَّهُمَّ صَلِّي عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Ya Allah, berilah (tambahkanlah) shalawat (sanjungan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Teruji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, berilah berkah (tambahan kebaikan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.

Dari shalawat di atas menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memiliki kedudukan yang mulia. Bahkan memiliki keluarga yang berkah, bagaimana tidak berkah sementara seluruh Nabi yang datang setelah beliau adalah keturunan beliau álaihis salam, dan diantaranya adalah Nabi Muhammad shallallahu álaihi wasallam.

Ketiga : Yang pertama kali dipakaikan baju pada hari kiamat

Rasulullah menyebutkan bahwa manusia yang pertama kali diberikan pakaian di hari kiamat setelah hari kebangkitan adalah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bahkan mendahului Rasulullah ﷺ. Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,

يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ القِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا كَمَا خُلِقُوا»، ثُمَّ قَرَأَ {كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ} ” وَأَوَّلُ مَنْ يُكْسَى مِنَ الخَلَائِقِ إِبْرَاهِيمُ

Manusia dikumpulkan pada hari kiamat dalam kondisi tanpa alas kaki, telanjang dan belum disunat.” Kemudian beliau membaca firman Allah: “Sebagaimana kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati.” [Al-Anbiya’ : 104]. Dan yang pertama kali diberi pakaian adalah Ibrahim.”([2])

Sebagian ulama mengatakan bahwa hal istimewa itu diberikan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam karena waktu beliau hendak dibakar dan dilemparkan ke dalam lautan api, bajunya dibuka oleh orang-orang kafir sebelum dibakar([3]), akan tetapi Allah menyelamatkan beliau.

Keempat : Banyak sekali pujian dalam Al-Quran maupun dalam hadits-hadits Nabi ﷺ terhadap Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Antara lain :

Pertama : Ibrahim selalu menyempurnakan janji (menunaikan perintah Allah).

وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى

“Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji (menunaikan perintah Allah).” (QS. An-Najm : 37)

Hal ini sama dengan firman Allah :

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.” (QS. Al-Baqarah : 124)

Kedua : Nabi Ibrahim memiliki hati yang selamat. Allah berfirman :

وَإِنَّ مِنْ شِيعَتِهِ لَإِبْرَاهِيمَ، إِذْ جَاءَ رَبَّهُ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh), (lngatlah) ketika ia (Ibrahim) datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci” (QS As-Shooffaat : 83-84)

Yaitu hati beliau bersih dari penyakit-penyakit hati, tidak ada kedengkian, tidak ada hasad, tidak ada dendam, tidak ada buruk sangka, dan penyakit-penyakit hati lainnya.

Ketiga : disifati dengan Awwah, Haliim, dan Muniib

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ مُنِيبٌ

Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah” (QS Hud : 75)

حَلِيمٌ dari الحِلْمُ, yaitu sabar dan tidak membalas dan menghukum dengan memberi kesempatan kepada pihak yang bersalah bisa memperbaiki dirinya.

Dalam ayat lain,

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah : 114)

Lihatlah bagaimana sifat pemaafnya Nabi Ibrahim  ‘alaihissalam, meskipun beliau diganggu, beliau dibenci dan dimusuhi penduduk satu negeri, mereka menangkapnya lantas melepaskan bajunya, kemudian dinyalakan api dengan nyala yang sangat besar, bahkan disebutkan bahwa belum pernah ada pada zaman itu api yang dinyalakan sebesar api yang hendak digunakan untuk membakar Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, kemudian beliau dilemparkan ke dalam api, akan tetapi beliau tidak pernah meminta kepada Allah untuk menurunkan adzab bagi kaumnya.

Begitu juga tatkala Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dimusihi dan diusir oleh Ayahnya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentang perkataan Ayah beliau,

قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَاإِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا

Dia (Ayahnya) berkata, “Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kuRajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.”(QS. Maryam : 46)

Akan tetapi dengan dikatakan begitu, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menjawab dengan sangat santun,

قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا

Dia (Ibrahim) berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam : 47)

Demikian pula tatkala beliau diusir dari Babil (Iraq) ke negeri Syam, di sana beliau bertemu dengan masyarakat yang menyembah benda-benda langit. Di sana ternyata beliau juga dimusuhi oleh mereka, akan tetapi beliau tidak meminta kepada Allah untuk membinasakan mereka. Demikian pula tatkala Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendapatkan masalah keluarga. Ketika beliau menikah untuk yang kedua kalinya, maka Sarah pun cemburu bahkan sampai ingin membunuh Hajar. Akan tetapi Al-Hafidzh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pun tidak marah kepada Sarah meskipun dengan kondisi tersebut. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam akhirnya mengalah dan membawa pergi istrinya Hajar ke Mekkah. Semua ini dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam karena beliau memiliki sifat Al-Halim.

Disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam riwayatnya, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma beliau berkata,

كَانَ مِنْ حِلْمِهِ أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَذَاهُ الرَّجُلُ مِنْ قَوْمِهِ قَالَ لَهُ: هَدَاكَ اللَّهُ

“Diantara sifat al-hilm nya Ibrahim álaihis salam bahwasanya jika ada orang dari kaumnya yang mengganggunya , maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata kepadanya,

هَدَاكَ اللهُ

Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu.” ([4])

Lihatlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, beliau tidak membalas gangguan yang beliau terima dengan kata-kata yang buruk, tidak pula dengan doa keburukan. Padahal kalau dia mau, maka dia bisa berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menimpakan keburukan kepada mereka tatkala itu juga. Akan tetapi beliau tidak melakukannya.

Adapun أَوَّاهٌ maknanya adalah seorang yang sangat takut kepada Allah sehingga sering berdoa dan memohohon kepada Allah, adapun مُنِيبٌ yaitu selalu kembali kepada Allah dalam segara urusannya ([5]).

Keempat : 5 sifat sekaligus dalam satu konteks. Allah berfirman ;

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ، وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ، ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (QS An-Nahl 120-123)

Ada 5 sifat Nabi Ibrahim yang Allah sebutkan dalam konteks ini :

Pertama : (كَانَ أُمَّةً) Beliau adalah Ummat. Ada dua makna dari kata “Ummat”, yang pertama adalah beliau adalah seorang Imam atau pemimpin atau qudwah (tauladan). Kedua ummat artinya seseorang yang memiliki sifat-sifat mulia yang banyak yang biasanya tersebar pada banyak orang, akan tetapi sifat-sifat tersebut terkumpulkan pada satu orang.

Seseorang tidak bisa mendapatkan predikat Imam kecuali jika telah terkumpul padanya kesabaran dan keyakinan.

Allah berfirman

 وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

 Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami (QS. As-Sajdah : 24)

Tentu tidak diragukan lagi akan keyakinan Ibrahim dan kesabarannya menghadapai semua cobaan dan rintangan dalam dakwah tauhid.

Kedua : (قَانِتاً) dan al-qunut artinya adalah دَوَامُ الطَّاعَةِ senantiasa dalam ketaatan kepada Allah, tegar dan kokoh dalam mentaati perintah Allah

Ketiga : (حَنِيْفًا) yaitu condong menjauh dari kesyirikan menuju tauhid. Ibrahim sangat menjauh dari kesyirikan. Ia sama sekali tidak mau dekat-dekat dengan kesyirikan apapun. Karenanya diantara doanya adalah وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ “Ya Allah jauhkan aku dan keturunanku dari penyembahan berhala” (QS Ibrahim : 35). Ia tetap berdoa agar dijauhkan dari keysirikan padahal beliaulah yang menghancurkan patung-patung dengan tangan beliau sendiri, dan beliaulah yang mendebat para musyrikin, akan tetapi tetap saja beliau kawatir akan bahaya kesyirikan, sehingga beliau berdoa agar bukan hanya dihindarkan tapi agar dijauhkan dari kesyirikan.

Keempat : Karenanya di akhir ayat (وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ) yaitu “Beliau bukanlah termasuk orang-orang musyrik” yang merupakan penekanan bahwa beliau selalu dalam kondisi bertauhid, beliau sama sekali tidak pernah berbuat kesyirikan. Dan huruf (لَمْ) dalam ayat ini (وَلَمْ يَكُ) adalah harfu qolab yang fungsinya adalah mengubah fi’il mudhori’ (yang menunjukkan kata kerja yang sedang berlangsung atau akan datang) menjadi fi’il madhi (yang menunjukkan kata kerja di masa lampau) ([6]), sehingga terjemahan dari ayat ini adalah “Beliau tidak pernah sama sekali termasuk orang-orang musyrik”. Dan ini membantah pendapat yang menyatakan bahwa beliau pernah dalam kondisi kafir lalu melakukan proses mencari Tuhan. Dan ini dikuatkan dengan ayat selanjutnya وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ “dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”  (QS An-Nahl : 123)

Kelima : (شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ) (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah

Firman Allah (أَنْعُمِ) adalah jama’ taksir dengan wazan أَفْعُل yang merupakan salah satu dari 4 wazan (timbangan) jam’u al-Qillah, yaitu jama’ yang menunjukkan bilangan dari 3 hingga 10. Yaitu Ibrahim ‘alaihis salam bersyukur dengan seluruh kenikmatan yang Allah berikan kepada beliau bahkan atas nikmat-nikmat yang sedikit, apalagi terhadap nikmat-nikmat yang banyak([7]).

Dengan lima sifat ini Allah menganugrahkan kepada beliau lima kemuliaan.

Pertama : (اجْتَبَاهُ) Allah telah memilihnya

Kedua : (وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ) dan Allah menunjukinya kepada jalan yang lurus (QS. An-Nahl : 121)

Ketiga :  (وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً) Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia

Yaitu الذِّكْرُ الْحَسَنُ sebutan yang baik, semua penganut agama samawiyah (termasuk yahudi dan nashrani) memuji beliau bahkan mengaku-ngaku sebagai pengikut beliau. Qotadah rahimahullah berkarta tentang ayat ini :

فَلَيْسَ مِنْ أَهْلِ دِينٍ إِلَّا يَتَوَلَّاهُ وَيَرْضَاهُ

“Tidak seorangpun pengikut agama kecuali mencintainya dan ridha kepadanya” ([8])

Keempat : (وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ) Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shaleh (QS. An-Nahl : 122), yaitu termasuk penghuni surga

Kelima: (ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ) Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (QS. An-Nahl : 123). Yaitu Allah menjadikannya imam (panutan) bahkan Allah memerintahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.

Sejarah Nabi Ibrahim

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam disebutkan banyak melakukan perjalanan. Ia dilahirkan dan tumbuh besar di kota Babil (Babylon) yang sekarang menjadi salah satu kota sejarah di negeri Irak.

Kemudian dikisahkan ketika beliau diusir oleh kaumnya, beliau pindah ke kota حَرَّانُ Harroon, kota yang terletak di perbatasan antara Turki dengan negeri Syam (letaknya sekarang dekat dengan kota Sanli Urfa di Tukia).

Kemudian ketika beliau diusir lagi dari kota tersebut, beliau pun berpindah ke negeri Mesir lalu beralih ke negeri Syam dan menetap di sana. Dan beliau juga pernah melakukan perjalanan ke kota Mekkah mengantar Nabi Ismail ‘alaihissalam. jadi Nabi Ibrahim ‘alaihissalam senantiasa melakukan perjalanan yang dalam setiap perjalanannya juga senantiasa berdakwah di jalan Allah Subhanahu wa ta’ala.

Nabi Ibrahim tidak pernah mencari tuhan

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidak sebagaimana persangkaan sebagian orang yang meyakini bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pernah mencari tuhan. Mereka menyangka bahwa beliau melihat bintang dan menganggapnya sebagai tuhan, akan tetapi ketika pagi hari bintang tersebut menghilang, beliau pun tidak menganggapnya lagi sebagai tuhan. Begitu pula ketika beliau melihat rembulan, matahari, yang awalnya menganggap sebagai tuhan, dan ketika semuanya menghilang pada waktu tertentu, maka dia pun meninggalkannya dan tidak menjadikannya sebagai tuhan. Ketahuilah bahwa kisah tersebut keliru dan tidak benar. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidak pernah mencari tuhan. Melainkan sejak kecil beliau berada di atas fitrahnya, kemudian diangkat menjadi Nabi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.

Allah berfirman :

وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ

Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelumnya dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya (QS AL-Anbiyaa’ : 51)

Mujahid menafsirkan ayat ini dengan berkata هَدَيْنَاهُ صَغِيرًا “Kami memberi hidayah kepadanya ketika dia masih kecil” ([9])

Firman Allah وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ “dan Kami mengetahui keadaannya”, yaitu Kami mengetahui bahwa Ibrahim memang berhak untuk diangkat dan dimuliakan menjadi seorang Nabi. Ini seperti firman Allah

اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ

“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan” (QS Al-Anáam : 124) ([10])

Yaitu memang Ibrahim pantas untuk mengemban tugas keNabian, karena beliau seorang yang pintar, seorang suci hatinya, dan tegar. Karenanya Allah sebutkan bagaimana Ibrahim berdiskusi dan berdebat melawan kaum musyrikin([11]).

Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan,

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan yang patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali dia tidak pernah termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS. An-Nahl : 120)

Dalam bahasa Arab, ayat ini menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah orang yang tidak pernah berbuat kesyirikan kepada Allah walau hanya sekali. Kalau Ibrahim pernah mencari Tuhan -sebagaimana yang disangkakan- berarti Ibrahim pernah syirik dan kafir, dan tidak sesuai dengan ayat-ayat di atas.

Yang benar adalah beliau tidak pernah mencari tuhan, bahkan sejak kecil sudah berada di atas fitrahnya yang meyakini keberadaan Allah Subhahnahu wa ta’ala.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendakwahi Ayahnya

Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam telah diangkat menjadi seorang Nabi, mulailah ia berdakwah di kota Babil. Beliau hanya seorang diri sebagai seorang muslim, sehingga beliau dimusuhi dan diusir oleh kaumnya, bahkan sampai dimusuhi oleh Ayahnya sendiri. Yang pertama beliau dakwahi adalah Ayahnya. Tentunya orang yang paling utama untuk kita dakwahi adalah orang tua kita jika mereka masih hidup.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada Bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata“. (QS. Al-An’am : 74)

Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا، إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَاأَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada Bapaknya; “Wahai Bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?” (QS. Maryam : 41-42)

Dalam ayat ini, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memanggil Ayahnya dengan panggilan Abati yang dalam bahasa arab merupakan kalimat penghormatan ketika seseorang memanggil Ayahnya. Disebutkan bahwa Ayah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam suka membuat patung-patung yang kemudian patung-patung tersebut disembah. Maka kemudian Nabi Ibrahim kembali berkata,

يَاأَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا، يَاأَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا، يَاأَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا

Wahai Bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai Bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai Bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan“. (QS. Maryam : 43-45)

Di dalam ayat ini Nabi Ibrahim menyebutkan bahwa penyembahan terhadap berhala merupakan penyembahan terhadap setan. Maka Ayahnya Nabi Ibrahim mendengar perkataan beliau, seketika pun Ayahnya marah dan mengusir Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَاإِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا

Berkata Bapaknya: “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kuRajam, dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama“. (QS. Maryam : 46)

Maka kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata,

قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا

Berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam : 47)

Maka ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memintakan ampun untuk Ayahnya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, Allah melarang dan tidak mengabulkan permintaannya.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfriman,

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ

Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk Bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada Bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa Bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah : 114)

Sampai disebutkan dalam hadits yang sahih tentang pertemuan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan Ayahnya. Rasulullah ﷺ bersabda,

يَلْقَى إِبْرَاهِيمُ أَبَاهُ آزَرَ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَعَلَى وَجْهِ آزَرَ قَتَرَةٌ وَغَبَرَةٌ، فَيَقُولُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ: أَلَمْ أَقُلْ لَكَ لاَ تَعْصِنِي، فَيَقُولُ أَبُوهُ: فَاليَوْمَ لاَ أَعْصِيكَ، فَيَقُولُ إِبْرَاهِيمُ: يَا رَبِّ إِنَّكَ وَعَدْتَنِي أَنْ لاَ تُخْزِيَنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ، فَأَيُّ خِزْيٍ أَخْزَى مِنْ أَبِي الأَبْعَدِ؟ فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: ” إِنِّي حَرَّمْتُ الجَنَّةَ عَلَى الكَافِرِينَ، ثُمَّ يُقَالُ: يَا إِبْرَاهِيمُ، مَا تَحْتَ رِجْلَيْكَ؟ فَيَنْظُرُ، فَإِذَا هُوَ بِذِيخٍ مُلْتَطِخٍ، فَيُؤْخَذُ بِقَوَائِمِهِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ

Nabi Ibrahim Aalaihissalam bertemu dengan Ayahnya, Azar, pada hari kiamat. Ketika itu wajah Azar ada debu hitam lalu Ibrahim berkata kepada Bapaknya: “Bukankah aku sudah katakan kepada Ayah agar Ayah tidak menentang aku?”. Bapaknya berkata; “Hari ini aku tidak akan menentangmu?” Kemudian Ibrahim berkata; “Wahai Rabb, Engkau sudah berjanji kepadaku untuk tidak menghinakan aku pada hari berbangkit. Lalu kehinaan apalagi yang lebih hina dari pada keberadaan Bapakku yang jauh (dariku)?”. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Aku mengharamkan surga bagi orang-orang kafir”. Lalu dikatakan kepada Ibrahim; “Wahai Ibrahim, apa yang ada di kedua telapak kakimu?”. Maka Ibrahim melihatnya yang ternyata ada seekor anjing hutan yang kotor. Maka anjing itu diambil kakinya lalu dibuang ke neraka“([12]).

Maka ketika Nabi Ibrahim telah ditentang oleh Ayahnya, tetapi beliau tetap berlaku lemah lembut kepada Ayahnya seraya berkata,

وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَى أَلَّا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا

Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku“. (QS. Maryam : 48)

Inilah kisah awal dari dakwah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kepada Ayahnya.

Footnote:

_____________

([1]) HR. Muslim 1/377 no. 532

([2]) HR. Tirmidzi 4/615 no. 2432

([3]) Lihat Faidhul Qodir 3/92

([4]) Tafsir Ibn Abi Hatim 6/2058

([5]) Lihat al-Muharror al-Wajiiz (Tafsir Ibn Áthiyyah 3/192)

([6]) Lihat Syarh Ibn Áqiil ‘alaa Alfiyah Ibn Maalik 4/26

([7]) Lihat Fathul Qodir 3/241

([8]) Tafsir at-Thabari 14/398

([9]) Tafsir at-Thabari 16/290 (tahqiq at-Turki)

([10]) Lihat Tafsir Ibn Áthiyyah 4/86

([11]) Lihat Tafsir As-Sa’di hal 525

([12]) HR. Bukhari 4/139 no. 3350

Hadits ini dan juga ayat sebelumnya (QS Al-Anáam : 74) jelas menunjukan bahwa nama Ayah Ibrahim adalah آزَر Azar. Adapun sebagian ahli nasab atau ahli sejarah menyatakan bahwa nama Ayah Ibrahim adalah تَارَح “Taarah” atau تَارَخ “Taarakh”, maka bisa jadi itu adalah nama lain dari Azar, karena bisa jadi seseorang memiliki beberapa nama, atau bisa jadi itu adalah gelarnya. Adapun mengatakan bahwa Azar bukan Ayah Ibrahim maka jelas menyelisihi ayat dan hadits yang shahih.