Wanita dan Pertemanannya
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Topik terkait pertemanan merupakan topik yang sangat penting untuk dibahas. Hal ini didasari bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan butuh kepada pertemanan. Islam sebagai agama yang sempurna senantiasa memberikan tuntunan dalam segala aspek kehidupan, di antaranya adalah pertemanan dan pergaulan. Rasulullah bersabda ﷺ,
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِيٌّ
“Janganlah engkau berteman kecuali dengan orang mukmin, dan janganlah memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa”([1]).
Beliau ﷺ juga bersabda,
المَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَليَنظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِل
“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.”([2])
Keutamaan Pertemanan dan Persaudaraan
Pertemanan dan persaudaraan yang dirajut dan didasari kecintaan karena Allah ﷻ memiliki beberapa keutamaan di antaranya :
- Pertemanan dan persaudaraan merupakan karunia Allah .ﷻ
Allah ﷻ berfirman,
فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا
“lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara” (QS. Ali Imran:103)
Allah ﷻ juga berfirman,
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ۚ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal : 63)
Menyatukan hati bukanlah perkara yang mudah. Menjadikan satu hati cocok dengan hati yang lain adalah karunia yang Allah berikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Seandainya seseorang berkorban dengan apa yang ia miliki demi menyatukan hati-hati para manusia, jika Allah tidak menghendaki niscaya ia tidak akan mampu untuk menyatukan hati mereka. Hal ini semakin menguatkan bahwa pertemanan dan persaudaraan merupakan karunia dan nikmat Allah yang patut untuk kita syukuri.
- Pertemanan dan persaudaraan merupakan salah satu nikmat di surga.
Allah ﷻ berfirman,
وَنَزَعْنَا مَا فِى صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ إِخْوَٰنًا عَلَىٰ سُرُرٍ مُّتَقَٰبِلِينَ
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.”(QS. Al-Hijr:47)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa diantara nikmat surga adalah bersaudara (berteman) dengan saling berhadap-hadapan antara satu dengan yang lainnya, yang menunjukan sikap saling menyayangi diantara penghuni surga.
Pertemanan dan persaudaraan yang telah mereka rajut ketika di dunia akan terus berlanjut sampai di surga ketika pertemanan tersebut dilandasi dengan ketakwaan. Allah ﷻ berfirman,
ٱلْأَخِلَّآءُ يَوْمَئِذٍۭ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf:67)
- Pertemanan dan persaudaraan merupakan ladang pahala
Di antara hal yang menakjubkan bahwasanya pertemanan dan persahabatan merupakan ladang ibadah dalam Islam. Terlalu banyak dalil yang menunjukkan bahwa pertemanan merupakan ladang pahala, di antaranya bahwa pertemanan yang di dasari karena kecintaan kepada Allah ﷻ maka mereka akan mendapatkan naungan dari Allah pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda,
وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ
“Dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya”([3])
Rasulullah ﷺ juga bersabda dalam sebuah hadits Qudsi,
إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلَالِي الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلِّي
“Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman pada hari kiamat kelak, “Mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Hari ini Aku naungi mereka dalam naungan-Ku, di mana tidak ada naungan pada hari ini selain naungan-Ku.”([4])
Dalam hadits yang mulia ini terdapat suatu faedah yang menunjukkan betapa luasnya rahmat Allah ﷻ. Seseorang yang menjalin pertemanan karena-Nya menjadi hal yang dapat mendatangkan pahala bahkan merupakan salah satu sebab dimasukkannya seseorang ke dalam surga.
- Pertemanan dan persaudaraan merupakan sebab yang mendatangkan kecintaan Allah kepada hamba
Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadist,
أنَّ رجلًا زارَ أخًا لَهُ في قريةٍ أخرى ، فأرصدَ اللَّهُ لَهُ على مَدرجَتِهِ ملَكًا فلمَّا أتى عليهِ ، قالَ : أينَ تريدُ ؟ قالَ : أريدُ أخًا لي في هذِهِ القريةِ ، قالَ : هل لَكَ عليهِ من نعمةٍ تربُّها ؟ قالَ : لا ، غيرَ أنِّي أحببتُهُ في اللَّهِ عزَّ وجلَّ ، قالَ : فإنِّي رسولُ اللَّهِ إليكَ ، بأنَّ اللَّهَ قد أحبَّكَ كما أحببتَهُ فيهِ
“Bahwa ada seseorang pergi mengunjungi saudaranya di daerah yang lain. Allah pun mengutus Malaikat kepadanya di tengah perjalanannya. Ketika mendatanginya, Malaikat tersebut bertanya: “Engkau mau kemana?”. Ia menjawab: “Aku ingin mengunjungi saudaraku di daerah ini”. Malaikat bertanya: “Apakah ada suatu keuntungan yang ingin engkau dapatkan darinya?”. Orang tadi mengatakan: “Tidak ada, kecuali karena aku mencintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla”. Maka malaikat mengatakan, “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya“.([5])
- Pertemanan dan persaudaraan yang dirajut di atas kecintaan karena Allah ﷻ merupakan di antara tanda manisnya keimanan
Rasulullah ﷺ bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga sifat yang jika ada pada diri seseorang, ia akan meraih manisnya iman, Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah, ia membenci untuk kembali kepada kekafiran—setelah Allah menyelamatkannya darinya—sebagaimana ia benci apabila dilempar ke dalam api.”([6])
- Seorang teman dapat memberikan syafaat kepada temannya yang dicintainya
Rasulullah ﷺ bersabda,
حتَّى إذا خَلَصَ المُؤْمِنُونَ مِنَ النَّارِ، فَوالذي نَفْسِي بيَدِهِ، ما مِنكُم مِن أحَدٍ بأَشَدَّ مُناشَدَةً لِلَّهِ في اسْتِقْصاءِ الحَقِّ مِنَ المُؤْمِنِينَ لِلَّهِ يَومَ القِيامَةِ لإِخْوانِهِمُ الَّذِينَ في النَّارِ، يقولونَ: رَبَّنا كانُوا يَصُومُونَ معنا ويُصَلُّونَ ويَحُجُّونَ، فيُقالُ لهمْ: أخْرِجُوا مَن عَرَفْتُمْ، فَتُحَرَّمُ صُوَرُهُمْ علَى النَّارِ، فيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا قَدِ أخَذَتِ النَّارُ إلى نِصْفِ ساقَيْهِ، وإلَى رُكْبَتَيْهِ، ثُمَّ يقولونَ: رَبَّنا ما بَقِيَ فيها أحَدٌ مِمَّنْ أمَرْتَنا به، فيَقولُ: ارْجِعُوا فمَن وجَدْتُمْ في قَلْبِهِ مِثْقالَ دِينارٍ مِن خَيْرٍ فأخْرِجُوهُ، فيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا، ثُمَّ يقولونَ: رَبَّنا لَمْ نَذَرْ فيها أحَدًا مِمَّنْ أمَرْتَنا
“Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon: Wahai Tuhan kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji.
Kemudian dikatakan kepada mereka, ”Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka.
Para mukminin inipun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya.
Kemudian orang mukmin itu lapor kepada Allah, ”Ya Tuhan kami, orang yang Engkau perintahkan untuk dientaskan dari neraka, sudah tidak tersisa.”
Allah berfirman, ”Kembali lagi, keluarkanlah yang masih memiliki iman seberat dinar.”
Maka dikeluarkanlah orang mukmin banyak sekali yang disiksa di neraka. Kemudian mereka melapor, ”Wahai Tuhan kami, kami tidak meninggalkan seorangpun orang yang Engkau perintahkan untuk dientas…”([7])
Macam-macam pertemanan
Pertemanan dan persaudaraan ditinjau dari sisi tujuannya terbagi menjadi dua macam :
- Pertemanan yang dilandasi karena tujuan duniawi.
Boleh hukumnya seseorang berteman dengan tujuan duniawi, misal seseorang berteman dengan orang lain karena berasal dari suku yang sama atau berasal dari daerah yang sama atau berteman karena memiliki hobi yang sama. Pertemanan yang semisal ini hukumnya mubah (boleh) selama tidak ada maksud buruk dalam pertemanannya.
- Pertemanan yang dirajut karena kecintaan kepada Allah ﷻ.
Pertemanan inilah yang dapat mendatangkan pahala bahkan merupakan ibadah yang sangat agung. Pertemanan inilah yang diajarkan oleh Nabi ﷺ dan merupakan hal yang baru di kalangan para sahabat dan masyarakat pada masa itu. Meskipun mereka adalah masyarakat yang baik dalam hal pertemanan dan persaudaraan di masa itu, namun pertemanan dan persahabatan tersebut sifatnya hanya duniawi semata. Maka ketika Nabi ﷺ datang dengan membawa ajaran yang mulia ini, bersatulah suku Aus dan Khazraj yang sudah sekitar 120 tahun berselisih dan berperang. Konsep pertemanan ini juga diterapkan oleh orang-orang Anshar yang totalitas ketika menolong orang-orang muhajirin. Tidakkah kita mengingat kisah persaudaraan antara Sa’ad bin Rabi’ dan Abdurrahman bin ‘Auf ? Ketika Sa’ad dipersaudarakan dengan Abdurrahman bin Auf, Sa’ad menawarkan harta yang dimilikinya itu kepada Abdurrahman. Sa’ad berkata kepada Abdurrahman, “Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar. Ambillah separuh hartaku itu menjadi dua. Aku juga mempunyai dua istri. Maka lihatlah mana yang engkau pilih, agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya sudah habis, maka kawinilah ia..” Kemudian Abdurrahman menjawab, “Semoga Allah memberkahi bagimu dalam keluarga dan hartamu. Lebih baik tunjukkan saja mana pasar kalian?”.([8])
Dari kisah ini kita tahu bagaimana perjuangan para sahabat Nabi ﷺ dalam mewujudkan pertemanan yang dilandasi kecintaan kepada Allah ﷻ. Mereka tahu bahwa perbuatan tersebut merupakan bentuk ibadah kepada Allah ﷻ. Maka hendaknya seseorang ketika berteman tidak hanya melihat dari aspek duniawi saja. hendaknya setiap pertemanan yang ia rajut didasari dengan kecintaan karena Allah ﷻ sehingga kita mendapatkan pahala atas pertemanan tersebut.
Adab – adab pertemanan
Di antara adab pertemanan yang dapat menuai pahala adalah sebagai berikut :
- Ikhlas ketika berteman dan bukan karena tujuan duniawi semata
Jika seseorang berteman dengan orang lain dengan tujuan agar ia dapat mendapatkan bagian dari hartanya maka ia akan hina di hadapannya. Sebaliknya seseorang yang berteman dengan orang yang berharta misalnya akan tetapi pertemanannya karena mengharap ridha Allah ﷻ, meskipun ia adalah orang yang miskin maka dia tidak akan hina di hadapannya. Ia tidak akan sungkan untuk menegur temannya yang berharta ketika suatu saat terjatuh kepada kesalahan, karena dia hanya mengharap keridhaan dari Allah ﷻ atas pertemanannya.
- Selektif dalam memilih teman dekat
Tidak semua teman layak untuk kita jadikan teman dekat. Nabi ﷺ bersabda,
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِيٌّ
“Janganlah engkau berteman kecuali dengan orang mukmin, dan janganlah memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa” .([9])
Beliau ﷺ juga bersabda,
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.”([10])
Salah pergaulan dapat mengubah pola pikir dan pola hidup seseorang. Bisa jadi seseorang berubah menjadi sombong dan angkuh, karena temannya yang sombong dan angkuh. Bisa jadi seorang wanita yang ada dalam pikirannya hanya hal-hal yang sifatnya duniawi semata semisal, ingin punya tas dan sepatu yang merek ini dan itu, ingin jalan-jalan ke luar negeri, ingin berfoya-foya dan menghambur-hamburkan uang karena ia salah dalam pergaulannya. Terlebih media sosial di zaman ini sangat berperan dalam mengubah pola pikir seseorang. Apabila seseorang tidak dapat menyaring pertemanan dalam akun-akun media sosialnya maka informasi-informasi yang tidak bermanfaat bahkan merusak akan selalu update dan menjadi menu bacaannya setiap hari sehingga lambat laun pola pikirnya akan ikut berubah. Dalam pepatah arab pernah disebutkan,
الصَاحِبُ سَاحِبٌ
“Seorang teman akan menggeret (mempengaruhi temannya)”
Hal ini benar adanya, karena yang namanya pertemanan selalu ada sinkronisasi. Tidak disebut teman dekat atau sahabat jika tidak ada sinkronisasi antara keduanya. Bisa jadi seseorang tertular kebaikan dari temannya atau bisa jadi seseorang turun derajatnya karena tertular akhlak yang buruk dari temannya.
Di antara ciri-ciri teman yang baik dan di anjurkan untuk dijadikan teman dekat kita adalah teman yang ketika kita bersamanya semakin menjadikan kita ingat akan akhirat, semakin menjadikan kita dekat kepada Allah dan menjadikan kita semakin bertakwa kepada-Nya. Sebaliknya jika kita berteman dengan seseorang justru menjadikan kita semakin jauh dari Allah, melalaikan kita untuk berzikir kepada-Nya bahkan merusak kehidupan rumah tangga kita maka hendaknya teman yang seperti ini layak untuk ditinggalkan.
Adab-adab umum terkait pertemanan
- Menjawab salamnya
- Memenuhi undangannya
- Jika teman kita meminta nasehat kepada kita maka hendaknya kita memberikan nasehat kepadanya semampunya.
- Mendoakan rahmat kepadanya (Yarhamukallah), ketika ia bersin dan mengucapkan ‘Alhamdulillah’
- Menjenguk teman yang sedang sakit
- Mengiringi jenazahnya ketika ia meninggal
Keenam point ini terkumpul dalam sabda Nabi ﷺ,
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
“Kewajiban seorang muslim atas muslim yang lain ada enam.” Lalu ada yang bertanya,“Apa itu ya Rasulullah.” Maka beliau menjawab, “Apabila kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya, apabila dia mengundangmu maka penuhilah undangannya, apabila dia meminta nasehat kepadamu maka berilah nasehat kepadanya, apabila dia bersin lalu memuji Allah maka doakanlah dia -dengan bacaan yarhamukallah-, apabila dia sakit maka jenguklah dia, dan apabila dia meninggal maka iringilah jenazahnya.”([11])
Adab-adab khusus terkait pertemanan
Di antara adab-adab khusus terkait pertemanan yang dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah :
- Tidak mengumbar aib temannya
- Menjaga rahasianya
Dalam pepatah arab disebutkan,
قُلُوبُ الأَبرَارِ قُبُورُ الأَسْرَارِ
“Hati-hati orang yang saleh dan baik merupakan kuburan berbagai macam rahasia”
Maksudnya bahwa hanya mereka yang bertakwalah yang dapat menyimpan rahasia sahabatnya dengan baik. Di antara tanda persahabatan yang dirajut karena kecintaan kepada Allah ﷻ apabila terjadi pertengkaran maka ia tetap menjaga rahasia dan aib sahabatnya.
- Menjaga rahasia apabila suatu pembicaraan bersifat privasi meskipun ia tidak meminta untuk dirahasiakan
Termasuk bentuk pengkhianatan adalah kita menceritakan pembicaraan yang sifatnya privasi kepada orang lain. Rasulullah ﷺ bersabda,
إِذَا حَدَّثَ الرَّجُلُ الْحَدِيثَ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ
“Apabila ada seseorang yang mengajak bicara dan sebelum berbicara dia menengok kanan kiri terlebih dahulu, maka itu rahasia, itu amanah.”([12])
Hal ini juga berlaku pada pembicaraan yang terjadi di medsos. Seperti watsapp misalnya, pembicaraan yang terkadang bersifat privasi kemudian di screen shoot dan di sebar ke grup-grup yang lain maka ini merupakan ciri teman yang tidak amanah dalam menjaga rahasia.
Memilih teman yang pandai menjaga rahasia bukanlah perkara yang mudah. Sampai-sampai ada seorang ulama yang menulis kitab dengan judul تَفْضِيْلُ الْكِلاَبِ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ لَبِسَ الثِّيَابِ “Tafdhil al-Kilab ‘alaa Katsiir min man labitsa at-Tsiyab” yang artinya “Keutamaan anjing dibandingkan banyak orang-orang yang memakai jubah” kitab ini ditulis oleh Ibnu Marzaban([13]) beliau ingin menyatakan bahwasanya banyak anjing yang lebih amanah dari pada orang yang pakai jubah.
Penulis buku tersebut mendapati bahwa seekor anjing, jika pemiliknya berbuat baik kepadanya maka ia akan menunaikan tugasnya. Bahkan si anjing rela mengorbankan nyawanya demi membela pemiliknya yang telah berbuat baik kepadanya. Akhirnya penulis tadi berkata, ”Pengutamaan anjing-anjing atas banyak orang yang memakai pakaian,” disebabkan banyaknya orang yang berkhianat. Dia bersahabat dengan saudaranya dengan tali persahabatan yang khusus, dia mengetahui rahasia-rahasia pribadi saudaranya, namun tidak lama kemudian dia menyebarkan, membeberkan, dan menyebutkan aib-aib saudaranya yang terlihat olehnya. Seandainya saudaranya itu mengetahui bahwa ia akan membeberkan rahasia-rahasia pribadinya, maka ia akan menjadikannya sebagai musuh, tidak akan menganggapnya sebagai seorang sahabat yang terpercaya dan menunaikan janji. Oleh karena itu, termasuk hak saudaramu adalah engkau diam, tidak menyebutkan aib saudaramu kepada orang lain, baik di hadapannya, terlebih lagi di belakangnya. Sesungguhnya hak seorang muslim atas saudaranya adalah harga dirinya dijaga, terlebih lagi jika terjalin tali hubungan yang khusus.
- Tidak perlu tahu urusan privasi teman kita
Tidak semua privasi teman dekat kita harus kita ketahui. Sebagian orang ketika ada temannya yang sedang telefon dengan orang lain maka dia penasaran dengan pembicaraannya, padahal jika temannya ingin bercerita dengan siapa dia telepon dan apa saja yang ia bicarakan maka ia pasti akan bercerita. Hal yang demikian ini merupakan sikap tidak terpuji yang dilakukan oleh seorang teman kepada temannya, yaitu terlalu ingin mengorek privasi kehidupan orang lain.
- Membantu teman yang kesusahan
Hendaknya seorang selalu ber-tafaqqud yaitu mengecek kondisi orang lain terlebih temannya yang sedang kesusahan. Terkadang ada seorang teman yang kesusahan akan tetapi tidak mau bercerita tentang kesusahan yang sedang dialaminya. Hendaknya kita sebagai teman yang baik menawarkan bantuan kepadanya. Meskipun ia tidak meminta tapi terkadang kesusahan seseorang tampak pada raut mukanya dan perubahan sikapnya. Bisa jadi dengan menolong mereka yang kesusahan merupakan salah satu sebab yang sapat memasukkan kita ke dalam surga Allah ﷻ. Dalam hal ini Allah ﷻ berfirman,
لِلْفُقَرَآءِ ٱلَّذِينَ أُحْصِرُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِى ٱلْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ ٱلْجَاهِلُ أَغْنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَٰهُمْ لَا يَسْـَٔلُونَ ٱلنَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
“Berinfaqlah kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:273)
Tidakkah kita mengingat kisah tiga orang sahabat yang terjadi pada perang Yarmuk, ketika setiap dari mereka sudah pada kondisi dekat dengan kematian, ketika ditawari minuman mereka justru saling mengutamakan teman yang lain yang sedang kehausan juga, hingga pada akhirnya mereka semua meninggal sebelum mereka semua meminum air tersebut.([14])
Hal-hal yang dapat merusak pertemanan
Di antara hal-hal yang dapat merusak hubungan pertemanan adalah :
- Terlalu banyak berteman
Seseorang yang terlalu banyak berteman justru menjadikan dia tidak fokus dan tidak dapat menunaikan hak pertemanannya. Privasi seorang juga akan menjadi korban. Seorang suami yang tidak memperhatikan istrinya begitu pula sebaliknya. Anak dan keluarga juga tidak diperhatikan karena sibuk dengan pertemanannya.
- Terlalu banyak kunjungan
Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda,
زُر غِبًّا تزدد حبًّا
“Bekunjunglah sesekali niscaya akan bertambah rasa cinta dan kasih sayang.”([15])
Di antara tafsiran hadits Nabi ﷺ yang menjelaskan tentang dua orang yang saling mencintai karena Allah ﷻ,
وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ
“Dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya”([16])
Dijelaskan oleh sebagian ulama bahwa maksud dari berpisah karena Allah ﷻ adalah seseorang berpisah dengan temannya dalam rangka menunaikan ibadah kepada Allah ﷻ. Jika semua waktunya digunakan untuk bertemu dan mengobrol baik secara langsung atau melalui telepon dengan temannya maka akan banyak terbuang waktunya dan juga waktu temannya yang semestinya dapat dipergunakan untuk beribadah kepada Allah ﷻ. Dalam hal ini dikecualikan apabila pertemuan yang sering dilakukan tersebut dalam rangka membahas urusan agama seperti dakwah misalnya maka diperbolehkan sebagaimana dahulu Nabi ﷺ selalu mendatangi Abu Bakar radhiallahu anhu untuk membahas urusan dakwah.([17])
- Berteman dengan teman yang mengingatkan masa lalu yang buruk
Hendaknya seseorang menjauhi teman-teman yang mengingatkannya kepada masa lalu yang buruk. Hal ini sering terjadi pada acara-acara reuni di mana seseorang bertemu dengan teman lamanya yang mengingatkannya tentang kemaksiatan yang dahulu mereka lakukan bersama. Bahkan beberapa acara reuni berakibat kepada rusaknya rumah tangga seseorang. Acara reuni adalah acara yang baik apabila arahnya benar, namun sering di salah gunakan sehingga kemudaratannya lebih banyak dari pada kemaslahatannya.
- Monopoli sahabat
Sebagian teman melarang temannya untuk berteman dengan orang lain. Dia tidak ridha apabila temannya memiliki teman dekat selain dia. Teman yang seperti ini perlu diwaspadai karena bisa jadi pertemanannya bukan karena Allah melainkan didasari syahwat semata.
- Menceritakan segala rahasia
Sebagian orang terlalu berlebihan dalam menceritakan rahasianya. Bahkan tidak segan menceritakan rahasia istrinya kepada orang lain, atau menceritakan rahasia mertua kita kepada orang lain. Hal ini dapat menghantarkan seseorang terjebak dalam perkara ghibah. Kita berteman tidak untuk saling membongkar rahasia. Terlebih apabila yang diceritakan adalah terkait rahasia ranjangnya maka dia bisa terjebak dalam dosa besar.
- Tidak memberi uzur kepada sahabat yang salah
Didunia tidak ada yang sempurna. Jika suatu saat teman melakukan kesalahan hingga mengakibatkan terjadinya perselisihan maka hendaknya kita sebagai teman yang baik memberikan uzur kepadanya dan memaafkan kesalahannya. Jangankan kita dengan sahabat kita, dahulu para sahabat pun pernah berselisih seperti Abu Bakar dan Umar misalnya sempat terjadi perselisihan di antara mereka, namun karena pertemanan mereka dibangun di atas kecintaan kepada Allah ﷻ maka mereka mudah untuk saling memaafkan. Dalam pepatah Arab disebutkan,
تُرِيدُ صَاحِباً لَا عَيبَ فِيهِ وَهَلِ العُودُ يَفُوحُ بِلَا دُخَان
“Engkau menginginkan sahabat yang tidak memiliki aib, apakah kayu gaharu akan mengeluarkan wangi tanpa adanya asap?
Teman kita siapapun dia pasti suatu saat akan berbuat kesalahan. Mungkin ada perkataan yang menyinggung, atau berkhianat kecil kepada kita atau dia tidak ada di saat kita membutuhkannya, namun kita selaku teman yang baik memiliki penilaian global kepadanya. Bukankah selama ini dia berbuat baik kepada kita? Kenapa kita harus meninggalkannya di saat ada satu atau dua kesalahan kecil yang dia lakukan? Maka hendaknya seseorang berbuat adil dalam menilai temannya. Jika kita memutuskan hubungan karena kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan oleh teman kita bisa jadi pertemanan kita selama ini bukan di dasari karena kecintaan kepada Allah ﷻ.
- Tidak menasihati sahabat yang berbuat kesalahan
Sebagian teman ketika melihat temannya berbuat kesalahan segan untuk menegurnya. Padahal sebagai teman yang baik hendaknya ia tidak segan dalam menegur temannya yang telah berbuat kesalahan. Sebagian teman takut ketika harus menegur dan menasihati temannya, ia khawatir akan di tinggalkan oleh temannya dikarenakan teguran tersebut. Sikap yang seperti inilah yang justru akan merusak hubungan pertemanan, karena teman yang setiap kita berbuat kesalahan didiamkan atau bahkan didukung bisa jadi pertemanan tersebut bukan karena Allah ﷻ. Jika kita memiliki teman yang mau menasihati kita maka hendaknya kita pegang erat teman tersebut karena ini merupakan ciri-ciri teman yang baik.
Footnote:
________
([1]) HR. Abu Dawud no. 4832 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Sahih Sunan Abi Dawud no. 4832
([2]) HR. Abu Dawud no. 4833 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Sahih Sunan Abi Dawud no. 4833
([3]) HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031
([6]) HR. Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43
([8]) HR. Bukhari no. 3937 dan Muslim no. 1427
([9]) HR. Abu Dawud no. 4832 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Sahih Sunan Abi Dawud no. 4832
([10]) HR. Abu Dawud no. 4833 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Sahih Sunan Abi Dawud no. 4833
([11]) HR. Bukhari no. 1240 dan Muslim no. 2162
([12]) HR. Abu Dawud no. 4868 dan Tirmidzi no. 1959 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Sahih At-Tirmidzi no. 1959.
([13]) Penulis tersebut bernama Abu Bakr Muhammad bin Khalaf bin al-Marzaban. Beliau meninggal tahun 309 H. Lihat al-Bidayah wan Nihaayah (XI/314) dan al-Waafi bil Wafayaat (III/37).
Risalah ini sudah dicetak dengan tahqiq Ibrahim Yusuf, diterbitkan oleh Daarul Kutub al-Mishriyah, terdiri dari 39 halaman. Penulis berkata di awal risalahnya:
“Aku menyebutkan (kepadamu) –semoga Allah memuliakanmu- tentang zaman kita dan rusaknya hubungan kasih sayang antara orang-orang di zaman ini. Akhlak mereka rusak dan tabiat mereka tercela. Orang yang paling jauh perjalanannya adalah orang yang mencari sahabat yang baik. Barangsiapa berusaha mencari seorang sahabat yang bisa dipercaya untuk tidak menceritakan aibnya dan persahabatan yang langgeng, maka ia seperti seorang yang sedang tersesat di sebuah jalan yang membingungkan, semakin ia ikuti jalan tersebut, maka ia semakin jauh dari tujuan. Kenyataannya sebagaimana yang aku paparkan. Diriwayatkan dari Abu Dzarr al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata, “Dahulu manusia seperti dedaunan yang tidak ada durinya, tetapi kemudian mereka menjadi duri-duri yang tidak ada daunnya.” Sebagian mereka berkata, “Dahulu kami khawatir para sahabat kami ditimpa kebanyakan janji dan terlalu sering minta maaf (karena menyelisihi janji). Kami khawatir mereka mencampurkan janji-janji mereka dengan kedustaan dan mencampurkan permintaan maaf mereka dengan sedikit kedustaan. Namun, sekarang orang yang beralasan dengan kebaikan telah pergi dan orang yang minta maaf karena berbuat dosa telah meninggal… (maksudnya, jika orang-orang sekarang menyelisihi janji atau berbuat salah mereka cuek dan tidak minta maaf).” (Fadhlul Kilab, hal 5-6).
Beliau juga berkata, “Ketahuilah –semoga Allah memuliakanmu- bahwa anjing lebih sayang kepada pemiliknya dibandingkan sayangnya seorang ayah kepada anaknya dan seorang sahabat kepada sahabatnya yang lain. Hal ini karena anjing menjaga tuannya sekaligus apa-apa yang dimiliki oleh tuannya, baik tuannya ada maupun tidak ada, tidur maupun terjaga. Si anjing tetap menjalankan tugas dengan baik, meskipun tuannya bersikap kasar kepadanya. Ia tidak akan merendahkan tuannya meskipun tuannya merendahkannya. Diriwayatkan kepada kami bahwa ada seseorang berkata kepada salah seorang yang bijak, “Berilah wasiat kepadaku!” Orang bijak itu berkata, “Zuhudlah engkau di dunia dan janganlah engkau berdebat dengan penduduk dunia. Berbuat baiklah karena Allah, sebagaimana anjing yang berbuat baik kepada tuannya. Pemilik anjing membuat anjing itu lapar dan memukulnya, namun ia tetap menjalankan tugasnya.” ‘Umar pernah melihat seorang arab badui yang membawa seekor anjing. Maka ‘Umar pun berkata kepadanya, “Apa yang bersamamu?” Orang arab badui menjawab, “Wahai Amirul mukminin, sebaik-baik sahabat adalah yang jika engkau memberinya maka ia berterimakasih, dan jika engkau tidak memberinya maka ia bersabar.” Maka ‘Umar berkata, “Itulah sahabat yang terbaik, maka jagalah sahabatmu.” Ibnu ‘Umar pernah melihat seorang arab badui dengan seekor anjing, maka ia berkata kepadanya, “Apa yang bersamamu?” Orang arab badui itu menjawab, “Ini adalah yang berterimakasih kepadaku dan menyembunyikan rahasiaku.” (Fadhlul Kilab, hal 12)
([14]) Lihat : Hayat as-Shahabah karya Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi (1/ 392)
([15]) HR. Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman no. 8007 (10/565), Ibnu hajar rahimahullah berkata tentang hadits ini,
وَقَدْ وَرَدَ مِنْ طُرُقٍ أَكْثَرُهَا غَرَائِبُ لَا يَخْلُو وَاحِدٌ مِنْهَا مِنْ مَقَالٍ
“Hadits ini datang dengan berbagai jalur yang keseluruhannya gharib dan tidak lepas dari beberapa catatan (para ahli hadits)” [fath al-Bari 10/498]