Nikmat Itu Bernama Sehat
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Inti dari apa yang disampaikan oleh penulis adalah ingin mengajak para pembaca untuk menghadirkan di dalam dirinya bahwasanya barang siapa yang berusaha menjaga kesehatan dirinya karena Allah ﷻ, maka dia akan mendapatkan pahala dari Allah ﷻ. Kenapa? Karena syariat kita di antaranya dibangun dalam hal memperhatikan kesehatan. Masalah kesehatan mendapat perhatian besar dalam syariat Islam. Oleh karenanya, jika kita tahu bahwasanya syariat Islam perhatian terhadap kesehatan, tentunya kita juga harus perhatian terhadap kesehatan kita, sebagai bentuk menjalankan syariat Islam dengan baik.
Urgensi Kesehatan
- Kesehatan adalah nikmat yang terlupakan
Pepatah Arab mengatakan,
الصِّحَّةُ تَاجٌ عَلَى رُؤُوْسِ الْأَصِحَّاء لَا يَرَاهُ إِلَّا الْمَرْضَى
“Kesehatan adalah mahkota yang berada di atas kepala orang-orang yang sehat, tidak ada yang bisa melihatnya kecuali orang-orang sakit.” ([1])
Terkadang orang yang sehat sendiri tidak mampu melihat bahwa kesehatan adalah mahkota yang berada di atas kepalanya. Ini kenyataan bahwa kita sendiri lupa bahwa kesehatan adalah nikmat yang luar biasa. Betapa sering kita menyadari nikmat sehat tatkala kesehatan itu dicabut oleh Allah ﷻ. Ketika Allah ﷻ mencabut kesehatan dari kita, barulah kita tahu ternyata kesehatan itu adalah nikmat yang luar biasa.
Jika Anda tidak percaya silahkan pergi ke rumah sakit. Lihatlah orang-orang yang terbaring di atas tempat tidur, di antara mereka ada orang yang kaya raya. Tatkala Allah ﷻ mencabut kesehatan darinya, sungguh dia telah merasakan penderitaan, kesedihan, rasa sakit dan lain sebagainya. Seandainya jika dia mampu membeli kesehatan dengan berapa pun itu harganya, dia mau untuk mengeluarkan seluruh uangnya, tetapi ternyata dia tidak mampu mengembalikan kesehatan pada dirinya. Bahkan, dia terbaring di atas tempat tidur dengan kekayaan yang berlimpah ruah. Maka, orang kaya tersebut yang terbaring di tempat tidur, sejatinya dia kaya dengan hartanya, namun dia miskin dengan kesehatannya. Anda yang mungkin memiliki uang yang pas-pasan/tidak seberapa, tetapi diberikan kesehatan, sesungguhnya itu adalah satu nikmat yang sangat berharga, di mana dengan nikmat tersebut Anda bisa merasakan banyak kenikmatan dunia, melakukan ibadah dengan sebaik-baiknya, melakukan banyak aktivitas dengan kesehatan yang banyak kepada Anda.
Oleh karenanya, jangan lupakan bahwasanya kesehatan adalah nikmat yang luar biasa. Makanya, Nabi Muhammad ﷺ sudah mengingatkan bahwasanya nikmat kesehatan itu terlupakan oleh kebanyakan manusia. Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ
“Dua nikmat yang banyak orang tertipu/terpedaya merugi pada keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” ([2])
مَغْبُونٌ ‘tertipu/teperdaya’. Banyak orang yang lalai dan tertipu dengan kenikmatan. Kenapa mereka bisa tertipu? Karena mereka tidak mengagungkan dan menghargai nikmat tersebut. Di antara kenikmatan tersebut adalah nikmat kesehatan. Ini menunjukkan tentang urgensinya mengingat kesehatan.
- Islam memperhatikan nikmat kesehatan
Diriwayatkan dari Ubaidillah bin Mihshan, dari Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barang siapa di pagi hari dari kalian yang merasa aman di rumahnya, sehat badannya dan punya makanan pada hari itu, maka seakan-akan kenikmatan dunia telah dihadirkan baginya.” ([3])
Di antara nikmat yang perlu kita ingat adalah merasa aman di rumah dan dalam kondisi yang sehat.
- Syariat menganjurkan untuk berdoa untuk mendapatkan kesehatan.
Kesehatan adalah masalah penting, karena banyak aktivitas, baik duniawi maupun ukhrawi, sulit dikerjakan kecuali dalam kondisi sehat. Rasulullah ﷺ telah mengajarkan banyak doa kepada umatnya untuk menjaga kesehatan, di antara doa-doa tersebut adalah doa yang dibaca pada waktu pagi dan petang hari.
Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Bakrah,
اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَدَنِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي سَمْعِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَصَرِي، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
Allahumma ‘aafinii fii badanii, Allahumma ‘aafinii fii sam’ii, Allahumma ‘aafinii fii bashorii, Laa ilaaha illa anta.
“Ya Allah, berilah keselamatan pada badanku. Ya Allah, berilah keselamatan pada pendengaranku. Ya Allah, berilah keselamatan pada penglihatanku, tiada Ilah (yang berhak disembah) kecuali Engkau.” (dibaca tiga kali) ([4])
Hendaknya setiap muslim mengamalkan doa ini setiap pagi dan sore hari. Dia harus ingat bahwa di antara doa tersebut adalah agar Allah ﷻ memberikan kesehatan baginya. Begitu juga dengan doa yang diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ berdoa,
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ. اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى,اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ
Allahumma inni asaluka al’aafiyata fiiddunyaa wal akhirah, Allahumma innii asalukal’afwa wal’aafiyata fii diinii wa dunyaaya wa ahlii wa maalii, Allahummastur ‘aurootii wa aamin rou’aatii, Allahummahfadznii minbainii yadayya, wamin kholfihii, wa ‘anyamiinii, wa’ansyimaalii, wamin fauqii, wa a’uudzubi’adzhomatika an ughtaala min tahtii
“Ya Allah! Sesungguhnya aku mohon keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam agamaku, (kehidupan) duniaku, keluargaku dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku dan berilah ketenteraman dihatiku. Ya Allah! Peliharalah aku dari arah depan, belakang, kanan, kiri dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak mendapat bahaya dari bawahku.” ([5])
Makna الْعَافِيَةَ adalah ‘keselamatan’, dan di antaranya adalah keselamatan jasad. Jadi dengan doa ini, sejatinya kita berdoa kepada Allah ﷻ agar diberi kesehatan.
Adapun doa yang lain adalah sebagaimana diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ، وَالْجُنُونِ، وَالْجُذَامِ، وَمِنْ سَيِّئِ الْأَسْقَامِ
Allahumma innii a úudzu bika minal baros wal junuun wal judzaam wa min sayyi il asqaam
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari penyakit baras (albino), dari kegilaan, dari kusta, dan dari penyakit-penyakit yang buruk.” ([6])
Diriwayatkan dari Quthbah bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ berdoa,
اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ اَلْأَخْلَاقِ ,وَالْأَعْمَالِ, وَالْأَهْوَاءِ, وَالْأَدْوَاءِ. أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ وَاللَّفْظِ لَهُ
“Allahumma jannibni munkaratil akhlaaqi, wal a’maali, wal ahwaai, wal adwaai.”
“Ya Allah, jauhkanlah dari aku akhlak yang mungkar, amal-amal yang mungkar, hawa nafsu yang mungkar, dan penyakit-penyakit yang mungkar.” ([7])
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa di antara doa Rasulullah ﷺ adalah,
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفَجْأَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ
“Allahumma innii a’udzubika min zawaali ni’matika wa tahawwuli ‘aafiyatika wa faj’ati niqmatika wa jamii’i sakhatika.”
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari menghilangnya nikmat-Mu, berubahnya afiat([8])-Mu (di antaranya perubahan dari sehat menjadi sakit), kedatangan azab-Mu yang tiba-tiba dan dari segala kemurkaan-Mu.” ([9])
Dari tiga hal ini saja, kita tahu bahwasanya kesehatan merupakan kenikmatan yang tidak bisa dianggap sepele dan harus kita syukuri. Tentu saja, kenikmatan tersebut akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah ﷻ, untuk apa kita gunakan dengan nikmat tersebut?
Perhatian Islam terhadap masalah kesehatan
Sesungguhnya syariat yang mulia ini penuh dengan perhatian terhadap kesehatan dari berbagai sisi. Ada dua hal di dalam kesehatan untuk menghindarkan diri dari penyakit, yaitu:
- Tindakan preventif, yaitu pencegahan dari hilangnya kesehatan atau dari datangnya penyakit (الطِّبّ الْوِقَائِي)
Syariat Islam memerintahkan kita untuk menjaga kesehatan, di antaranya adalah dengan tindakan preventif, bentuknya pun banyak sekali. Berdasarkan dalil umum sabda Nabi Muhammad ﷺ yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
لا ضَرَرَ وَلا ضِرَارَ
“Tidak boleh memberi kemudaratan sama sekali baik memberi kemudaratan kepada diri sendiri ataupun kepada orang lain.” ([10])
Makanya, dengan dalil inilah para ulama mengharamkan merokok, karena merokok bisa merusak kesehatan diri dan mengganggu orang lain([11]). Begitu juga halnya dengan firman Allah ﷻ,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS Al-Baqarah: 195)
Semua hal yang berbahaya, baik di dalam masalah dunia maupun agama, maka tidak boleh bagi setiap muslim untuk menjatuhkan dirinya ke dalam hal tersebut. Ini adalah dalil umum yang intinya kita tidak boleh membuat diri kita menjadi sakit atau menghilangkan kesehatan dari diri kita dengan sengaja.
Adapun bentuk-bentuk preventif yang diajarkan di dalam Islam sangat banyak, di antara bentuk-bentuknya adalah sebagai berikut:
- Islam memperhatikan kebersihan.
Dalam masalah ini contohnya sangat banyak, di antaranya:
- Kebersihan adalah syarat shalat.
Kita tahu bahwa shalat tidak boleh dikerjakan kecuali dalam keadaan bersih, dengan berwudu, membasuh muka, mencuci tangan dan kaki. Begitu juga dengan mandi junub, jika dalam keadaan junub atau bersuci ketika hendak melakukan thawaf. Tidak hanya itu, pakaian dan tempat shalat pun di syaratkan harus bersih. Tidak boleh bagi seseorang mendirikan shalat di tempat najis. Barang siapa yang shalat di tempat yang najis, maka shalatnya tidak sah.
- Kebersihan gigi.
Dalil tentang sunahnya bersiwak adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاَةٍ
“Jika bukan karena aku memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.”([12])
Jika tidak mendapati kayu siwak untuk bersiwak, maka boleh menggunakannya dengan sesuatu yang memiliki fungsi yang sama dengan siwak, seperti sikat gigi([13]).
- Memotong kuku, rambut kemaluan, istihdad, mencabut bulu ketiak.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
الفِطْرَةُ خَمْسٌ، أَوْ خَمْسٌ مِنَ الفِطْرَةِ: الخِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ، وَنَتْفُ الإِبْطِ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ، وَقَصُّ الشَّارِب
“Lima perkara yang termasuk fitrah, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan mencukur bulu kumis.”([14])
Ini semua diajarkan di dalam syariat dan mendatangkan kebersihan tubuh.
- Sumber air yang bersih.
Nabi Muhammad ﷺ melarang membuang kotoran sembarangan, sebagaimana disebutkan di dalam hadits.
اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ: الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ، وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ، وَالظِّلِّ
“Jauhilah tiga tempat yang menimbulkan laknat, yaitu: membuang kotoran di sumber air, di tengah jalan dan tempat teduh.”([15])
Rasulullah ﷺ melarang umatnya dari membuang air kecil atau besar di tiga tempat tersebut, karena di tempat tersebutlah orang-orang merasa terganggu([16]). Jika ada orang-orang yang hendak lewat, singgah atau beristirahat di tempat tersebut, maka akan menimbulkan banyak penyakit.
Nabi Muhammad ﷺ telah melarang hal ini. Sejak zaman dahulu, di mana orang Arab badui banyak yang membuang air sembarangan, dan ternyata Nabi Muhammad ﷺ sudah memberikan perhatian terhadap hal ini. Nabi Muhammad ﷺ juga melarang agar tidak kencing di air yang tidak mengalir, sebagaimana sabda beliau ﷺ,
لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لاَ يَجْرِي
“Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang menggenang, tidak mengalir.”([17])
Larangan ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ perhatian terhadap sumber air agar tidak dikotori. Apalagi, jika sumber air tersebut menjadi kebutuhan banyak orang([18]). Oleh karenanya, Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk selalu menjaga kebersihan.
- Menutup makanan.
Di antaranya adalah riwayat Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
أَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ بِاللَّيْلِ إِذَا رَقَدْتُمْ، وَغَلِّقُوا الأَبْوَابَ، وَأَوْكُوا الأَسْقِيَةَ، وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ
“Matikanlah lampu di malam hari pada saat kalian tidur, tutuplah pintu, ikatlah air dan tutuplah makanan dan minuman.”([19])
Apalagi, zaman dahulu lampu terbuat dari api dan minyak tanah. Tentu saja ini sangat membahayakan, jika tidak dimatikan, lalu tiba-tiba terjatuh, maka akan mengakibatkan kebakaran dan hal-hal lain yang berbahaya. Begitu juga dengan tempat-tempat air terdahulu terbuat dari kulit, maka Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk mengikat tempat-tempat air tersebut. Karena bisa jadi akan kemasukan kotoran atau tumpah dan hal-hal berbahaya lainnya.
Rasulullah ﷺ juga memerintahkan untuk menutup makanan dan minuman, dan hukumnya adalah sunah([20]). Ketika kita selesai makan, maka jangan membiarkan makanan tersebut terbuka. Rasulullah ﷺ telah mengajarkan sejak 1.500 tahun yang lalu. Jika kita menutup makanan/minuman dengan mengucapkan basmalah, maka kita akan mendapatkan pahala. Oleh karenanya, janganlah kita membiarkan makanan/minuman terbuka. Ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ memerintahkan untuk menjaga kebersihan
Berkaitan dengan penyakit menular. Seperti pandemi atau wabah taun
- Jangan mendekati orang yang sakit menular
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
لَا يُورِدُ الْمُمْرِضُ عَلَى الْمُصِحِّ
“Janganlah orang yang sakit mendatangi orang yang sehat.” ([21])
Kenapa Rasulullah ﷺ melarang orang yang sehat mendatangi orang yang sakit atau sebaliknya? Karena ada penularan. Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
فِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ فِرَارَكَ مِنَ الْأَسَدِ
“Larilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa.”([22])
Kenapa? Karena khawatir ada penularan. Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada kita untuk menempuh sebab atau ikhtiar. Hal ini sudah diajarkan kepada Nabi Muhammad ﷺ tentang bagaimana menyikapi orang yang membawa penyakit menular.
- Isolasi, bahkan isolasi kota.
Sebagaimana riwayat Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda tentang wabah,
إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا، فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ
“Jika kalian mendengar (wabah) terjadi di suatu daerah, maka janganlah mendatanginya dan jika terjadi di daerah yang kalian berada di dalamnya, maka jangan keluar dari menjauhinya.” ([23])
Inilah yang dinamakan dengan isolasi. Jika terjadi suatu wabah, maka sekelompok orang yang sudah terkumpul di satu tempat janganlah keluar dan orang-orang yang berada di luar janganlah memasukinya. Para ulama menyebutkan kecuali jika wabah tersebut seluruhnya sudah sama hukumnya, maka boleh berpindah-pindah([24]). Intinya Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan bagaimana menghadapi penyakit-penyakit menular. Ini juga berkaitan dengan tindakan preventif.
- Nutrisi yang baik dan halal.
Ini juga diperhatikan oleh syariat, di antaranya:
- Diharamkan khamar, narkotika, bangkai dan daging babi
Syariat Islam telah mengharamkan perkara-perkara yang dapat menimbulkan penyakit, seperti daging babi yang terdapat cacing pita di dalamnya, begitu juga dengan bangkai, di mana darah terkumpul di dalamnya, itu juga membawa penyakit, khamar juga jelas menghilangkan pikiran dan menjadikan kesehatan tidak baik, apalagi narkotika. Ini menunjukkan bahwasanya masalah nutrisi pun syariat memerintahkan kita untuk mencari nutrisi yang baik.
- Dihalalkannya makanan yang halal.
Allah ﷻ berfirman,
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا
“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik.” (QS. Al-Ma’idah: 88)
Masalah kesehatan yang berkaitan dengan seks
- Diharamkannya zina.
Kita tahu bahwasanya orang yang sering berzina dapat menimbulkan banyak penyakit seksual yang berbahaya, di antaranya aids dan yang semisalnya. Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa jika zina sudah tersebar, maka akan datang penyakit-penyakit yang tidak ada sebelumnya([25]).
لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا لَمْ يَفْشُ فِيهِمْ وَلَدُ الزِّنَا، فَإِذَا فَشَا فِيهِمْ وَلَدُ الزِّنَا، فَيُوشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِعِقَابٍ
“Umatku senantiasa dalam kebaikan selama tidak tersebar di antara mereka anak zina, jika telah tersebar anak zina di antara mereka, maka Allah ﷻ akan menurunkan siksa-Nya dengan menyeluruh.” ([26])
Demikian juga, Allah ﷻ berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
- Diharamkannya homoseksual.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ
“Allah melaknat orang yang berbuat perbuatan kaum Nabi Luth (homoseksual).” ([27]) Rasulullah ﷺ mengatakannya sebanyak tiga kali
- Diharamkannya mendatangi wanita dalam kondisi haid.
Ini juga dilarang oleh Nabi Muhammad ﷺ. Allah ﷻ berfirman,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى
“Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Karena jika seorang suami memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan istrinya dalam keadaan haid, maka akan rawan menimbulkan banyak penyakit([28]). Maka, bahkan di dalam masalah kesehatan, terutama dalam masalah seks pun di ajarkan oleh Islam.
Latihan-latihan fisik agar sehat.
- Menganjurkan latihan renang, olahraga berkuda dan memanah.
Rasulullah ﷺ bersabda,
كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيهِ ذِكْرُ اللهِ فَهُوَ لَهْوٌ وَلَعِبٌ إِلَّا أَرْبَعَ، مُلَاعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ، وَتَأْدِيبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ، وَمَشْيُهُ بَيْنَ الْغَرَضَيْنِ، وَتَعْلِيمُ الرَّجُلِ السَّبَّاحَةَ
“Segala sesuatu yang tidak mengandung zikir kepada Allah adalah kesia-siaan dan permainan kecuali empat perkara: senda gurau suami terhadap istri, melatih kuda, berlatih memanah dan berlatih renang.”([29])
Ini semua adalah olahraga-olahraga yang bisa mendatangkan kesehatan. Jika pada zaman dahulu tiga olahraga tersebut adalah yang paling penting. Adapun pada zaman sekarang, maka setiap orang bisa memilih olahraga-olahraga yang lain.
Para ulama menjelaskan tiga olahraga tersebut bisa dikiaskan kepada olahraga-olahraga yang lain, misalnya olahraga yang mampu membuat seseorang menjadi kuat untuk berperang untuk melawan musuh. Jika terjadi peperangan, membela Islam, membela negara dan yang lainnya, maka seseorang dianjurkan untuk banyak latihan dan olahraga. Ini menunjukkan perhatian Islam agar setiap orang perhatian terhadap fisiknya([30]).
Bahkan, dibolehkan untuk melakukan olahraga bergulat, ketika ada dua pemuda hendak mengikuti perang Uhud, maka Nabi Muhammad ﷺ menyuruh keduanya untuk bergulat. Ini menunjukkan bahwasanya dibolehkannya olahraga tersebut dan ini semua mengajarkan tentang kesehatan([31]).
Kesehatan psikologi
Masalah ini juga penting bahwasanya psikologi seseorang yang sehat sangat mempengaruhi kesehatan fisik. Karenanya, syariat melarang seseorang dari hal-hal berikut ini:
- Sifat suka marah-marah
Orang yang suka marah-marah akan mempengaruhi kesehatannya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk meminta wasiat, maka beliau ﷺ bersabda,
لاَ تَغْضَبْ
“Jangan marah.”([32])
Di dalam riwayat yang lain dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa dia meminta kepada Rasulullah ﷺ agar ditunjukkan kepada amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga, maka beliau ﷺ bersabda,
لَا تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ
“Jangan marah, bagimu surga.”([33])
Bahkan, syariat menjelaskan bahwa jika seseorang sedang marah, maka hendaknya dia berwudu, jika dia marah dalam keadaan berdiri, maka hendaknya dia duduk, jika dalam keadaan duduk masih marah, maka hendaknya dia berbaring.([34]) Marah itu tidak disukai di dalam syariat.
Jika kita bersikap yang benar, maka tatkala kita memberi hukuman pun kita bisa memberi hukuman dengan baik, bahkan tatkala kita mendidik istri, anak, anak buah yang telah melakukan kesalahan, maka kemarahan di dalam diri kita terkontrol. Berbeda jika kemarahan itu berasal dari setan, maka kemarahan itu muncul tidak terkontrol, sehingga berbicara ngawur, sembarangan dan tindakan salah. Rasulullah ﷺ melarang kita dari sifat suka marah-marah, karena marah itu memiliki pengaruh di dalam kesehatan seseorang.
- Larangan hasad.
Hal yang sama bagi orang yang suka hasad/dengki, ia cenderung cepat sakit hati. Jika hatinya sudah sakit, jantungnya sakit, maka akan berpengaruh kepada kesehatan tubuhnya. Ini terbukti kebenarannya di dalam ilmu kesehatan. Islam mengatur juga tentang bagaimana kesehatan rohani/psikologi, agar seseorang menjaga kesehatan psikologinya, sehingga dapat menjaga kesehatan tubuhnya.
Lihatlah jika seseorang telah terkena penyakit kanker, maka dokter akan menyarankannya untuk pergi ke tempat yang hijau, indah pemandangannya, tempat yang tidak membuat mereka stres dalam rangka untuk mengurangi pertumbuhan kanker mereka. Ini terbukti kebenarannya, sama halnya dengan stres yang dapat menurunkan imun tubuh seseorang.
Penulis sering kali mengobrol dengan para ahli kesehatan bahwa jika seseorang terinfeksi suatu virus/penyakit, maka dia tidak boleh stres. Bahkan, para tenaga medis banyak yang terinfeksi, dikarenakan mereka tahu betapa bahayanya penyakit tersebut mengakibatkan mereka menjadi stres, bahkan mereka lebih stres daripada para pasien yang terinfeksi. Oleh karenanya, jika seseorang mudah stres, maka imun tubuh tidak bisa tumbuh dengan baik dan tidak bisa melawan penyakit yang dideritanya. Inilah yang dikatakan oleh para ahli bidang kesehatan.
Ini menunjukkan bahwasanya kejernihan pikiran dan kebersihan hati ini sangat mempengaruhi kesehatan seseorang.
- Islam mengajarkan untuk beriman kepada takdir.
Berusaha positif thinking kepada Allah ﷻ. Jika seseorang tahu bahwa semua ini pasti ada kenikmatan atau suatu hikmah yang Allah ﷻ kehendaki dengan adanya pandemi, maka hendaknya selalu berpikir baik bahwa semuanya datang dari Allah ﷻ. Dengan demikian kita lebih sehat dalam menghadapi berbagai masalah. Jika kita sudah tidak beriman kepada takdir, gemar marah-marah, bahkan sampai meronta-ronta dan sedih berlebihan, maka sejatinya inilah yang diinginkan oleh setan. Allah ﷻ berfirman,
إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا
“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan, agar orang-orang yang beriman itu bersedih hati.” (QS. Al-Mujadalah: 10)
Orang yang sedih itu wajar, tetapi jika sedih tersebut berlebihan, tidak beriman kepada takdir dan marah-marah, maka itu akan sangat mempengaruhi kesehatannya.
Beberapa tahun silam penulis bertemu dengan seseorang yang telah berumur 70 tahun, penulis juga tidak menduga bahwa ia telah berumur 70 tahun, padahal sudah beberapa kali berkunjung ke rumah penulis dan selalu bertemu di masjid saat waktu shalat. Suatu ketika penulis bertanya kepadanya tentang usianya, “Bapak berapa umurnya?,” dia menjawab, “70 tahun”. Penulis menyangka bahwa umurnya masih di bawah 60 tahun. Selain itu, ternyata dia masih memiliki ibu yang berumur 100 tahun lebih. Penulis bertanya tentang rahasianya bagaimana pada usia tersebut masih terlihat segar bugar, tidak terkena penyakit-penyakit yang lain, bisa tetap rutin beribadah dengan rajin. Dia mengatakan bahwa ibunya dahulu pernah memberitahukan obat yang ampuh agar bisa menjaga kesehatan. Dia menyebutkan kepada penulis bahwa obat sehat tersebut bernama ‘Jamu Jati Mahal’. Jati Mahal adalah sebuah singkatan dari jaga mulut jaga hati makan halal. Jaga mulut artinya jangan berbicara sembarangan, tidak menyakiti hati atau menjatuhkan orang lain. Jaga hati artinya jangan hasad/dengki, marah-marah, menerima takdir Allah ﷻ, sabar menghadapi ujian. Makan halal artinya jangan suka makan makanan yang haram, barang kali dia memiliki makanan yang terlihat sehat, tetapi ternyata dari hasil yang haram, sehingga dapat menimbulkan penyakit hati dan berbagai penyakit berbahaya yang lain. Orang yang bisa menjaga ini, dengan kehendak Allah ﷻ, Allah ﷻ akan memberikannya umur panjang dan kesehatan.
Pengobatan jika telah ditimpa penyakit (الطِّبّ الْعِلَاجِي)
Di antara bentuk kesehatan yang diajarkan oleh Islam adalah الطِّبّ الْعِلَاجِي ‘pengobatan jika telah tertimpa suatu penyakit’. Rasulullah ﷺ bersabda,
عِبَادَ اللَّهِ، تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً إِلَّا دَاءً وَاحِدًا الْهَرَمُ
“Wahai hamba-hamba Allah ﷻ berobatlah, sesungguhnya Allah ﷻ tidak menurunkan penyakit, kecuali telah menurunkan obatnya, orang yang tahu, maka dia mengetahuinya dan orang yang tidak tahu, maka tidak mengetahuinya, kecuali satu penyakit yaitu tua.”([35])
Begitu juga dengan sabda beliau ﷺ,
فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
“Janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram.”([36])
Syariat memerintahkan untuk berobat dengan sesuatu yang halal. Syariat melarang berobat dengan perkara yang haram, seperti sesuatu yang najis atau racun([37]).
Intinya, Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk berobat, karena kita dapati banyak praktik pengobatan yang di lakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ, seperti bekam, kay (besi panas)([38]), habbat as-Sauda’, madu dan yang lainnya. Inilah yang termasuk ke dalam kategori Ath-Thibb An-Nabawi (pengobatan Nabi) yang memerlukan kepada pembelajaran lebih lanjut tentang seberapa takaran, ukuran ataupun dosis dan seterusnya. Nabi Muhammad ﷺ menganjurkan untuk berobat, adapun perinciannya maka kembalikan kepada masing-masing, karena setiap zaman memiliki pengobatan yang canggih dan terbaru. Rasulullah ﷺ bersabda kepada para sahabat,
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian.”([39])
Oleh karenanya, hendaknya kita berusaha bersungguh-sungguh untuk bisa menciptakan atau menemukan obat-obat yang baik dan aman bagi penyakit-penyakit yang timbul.
Suatu ketika ada seseorang yang pernah curhat kepada penulis. Dia bercerita tentang keluarganya, di mana ayahnya sejak muda pernah terkena narkoba, kecanduan, terjebak dan tidak mampu lepas darinya. Akibatnya ibunya, keluarganya, bahkan dirinya sendiri tidak diperhatikan, sedangkan ayahnya ini sangat membutuhkan perhatian yang besar, karena telah merepotkan banyak orang karena kecanduan narkoba. Tidak ada yang mengetahui bagaimana bisa dia terkena narkoba. Meskipun telah direhabilitasi, ternyata kambuh lagi, hingga berulang-ulang sampai akhirnya meninggal dunia.
Terkadang ada orang yang menginginkan kenikmatan, namun kenikmatan itu yang mengancam kesehatannya. Karena ingin merasakan kenikmatan yang sedikit, tapi akhirnya dia mengorbankan banyak kenikmatan yang lain. Contohnya adalah seseorang yang meminum khamar. Mungkin baginya khamar itu lezat, namun dibalik kelezatan yang sebentar itu mengakibatkannya sakit, kepala pening, uang terkuras habis, urusan ekonomi hancur, kebahagiaannya hilang, hubungan dengan keluarganya berantakan, entah istrinya selingkuh, anak-anaknya nakal, sedangkan dia dalam keadaan mabuk/teler. Apalagi seseorang yang sudah terjebak dengan narkoba, maka akan sulit baginya untuk melepaskan dirinya, kalau bukan karena taufik dari Allah ﷻ.
Oleh karenanya, jangan pernah coba-coba untuk merasakan narkoba. Perokok pun sudah merasa berat untuk berlepas diri dari rokoknya. Banyak para pemuda yang candu terhadap rokok, padahal sejatinya rokok tidaklah mengenakkan. Namun, karena untuk bergaya agar dipandang oleh para wanita sebagai laki-laki yang tangguh, akhirnya mereka terpaksa merokok. Jika ditanyakan kepada mereka apa motivasi mereka untuk merokok, maka tidak ada jawaban yang terucap dari mereka, kecuali hanya ikut-ikutan teman agar diakui di mata mereka. Akhirnya, begitu sudah kecanduan, maka sulit baginya untuk melepaskan candu rokok tersebut. Jika rokok saja sulit dilepaskan candunya, maka bagaimana dengan melepaskan narkoba. Akhirnya, semua perkara tersebut menghilangkan kebahagiaan hanya karena ingin merasakan kenikmatan sebentar.
Banyak hal dan banyak pihak yang dirugikan. Jika kita lebih banyak memperhatikan lingkungan kehidupan anak-anak yang berada di jalanan, sejatinya narkoba banyak tersebar di tengah-tengah mereka. Oleh karenanya, hendaknya selalu waspada dengan kesehatan diri, keluarga dan anak-anak kita. Hendaknya kita mengarahkan mereka kepada hal-hal baik dan jangan sampai salah bergaul. Karena jika sampai mereka terkena, akibatnya mereka akan kecanduan.
Bahkan, penulis pernah mendengar bahwa sekali saja seseorang mencoba narkotika, maka dia akan langsung kecanduan. Berbeda dengan merokok, barangkali awal mula ketika seseorang merokok, maka dia akan merasa batuk-batuk, lalu lehernya akan terasa sakit, kemudian ketika dia mulai terbiasa dengan itu, maka dia akan menikmatinya, artinya dia telah kecanduan dengan rokok tersebut. Oleh karenanya, hendaknya selalu berhati-hati, karena ada saja orang yang berusaha merusak negeri beserta pemuda-pemudanya, maka hendaknya selalu menjaga kesehatan.
Sikap seorang muslim terhadap nikmat kesehatan
Ada dua sikap, di antaranya:
Sikap yang benar
Kesehatan tersebut digunakan untuk beribadah kepada Allah ﷻ, menjadi hamba yang berkah (bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya). Jadi, jika kita mempunyai kesehatan, maka hendaknya kita memanfaatkan sebaik-baiknya untuk beribadah kepada Allah ﷻ. Diriwayatkan oleh Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ
أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ، قَالَ: مَنْ طَالَ عُمُرُهُ، وَحَسُنَ عَمَلُهُ، قَالَ: فَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ؟ قَالَ: مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ
“Seseorang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang terbaik?’, beliau bersabda, ‘Orang yang panjang umurnya dan bagus amalnya’. Dia bertanya lagi, ‘Siapakah manusia yang paling buruk?’, beliau ﷺ bersabda, ‘Orang yang panjang umurnya dan buruk amalnya’.”([40])
Jika kita senantiasa mempunyai kesehatan digunakan untuk shalat malam, puasa sunah, mencari nafkah, berbakti kepada kedua orang tua, menyumbang masjid, membuat majelis taklim, membantu keamanan negara atau segalanya yang bermanfaat, maka pahala kita pun semakin banyak.
Disebutkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya menjelaskan bagaimana pentingnya kita memiliki umur panjang untuk beramal saleh. Diriwayatkan dari Thalhah bin ‘Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu berkata,
أَنَّ رَجُلَيْنِ مِنْ بَلِيٍّ قَدِمَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ إِسْلَامُهُمَا جَمِيعًا، فَكَانَ أَحَدُهُمَا أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنَ الْآخَرِ، فَغَزَا الْمُجْتَهِدُ مِنْهُمَا فَاسْتُشْهِدَ، ثُمَّ مَكَثَ الْآخَرُ بَعْدَهُ سَنَةً، ثُمَّ تُوُفِّيَ، قَالَ طَلْحَةُ: فَرَأَيْتُ فِي الْمَنَامِ: بَيْنَا أَنَا عِنْدَ بَابِ الْجَنَّةِ، إِذَا أَنَا بِهِمَا، فَخَرَجَ خَارِجٌ مِنَ الْجَنَّةِ، فَأَذِنَ لِلَّذِي تُوُفِّيَ الْآخِرَ مِنْهُمَا، ثُمَّ خَرَجَ، فَأَذِنَ لِلَّذِي اسْتُشْهِدَ، ثُمَّ رَجَعَ إِلَيَّ، فَقَالَ: ارْجِعْ، فَإِنَّكَ لَمْ يَأْنِ لَكَ بَعْدُ، فَأَصْبَحَ طَلْحَةُ يُحَدِّثُ بِهِ النَّاسَ، فَعَجِبُوا لِذَلِكَ، فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَحَدَّثُوهُ الْحَدِيثَ، فَقَالَ: مِنْ أَيِّ ذَلِكَ تَعْجَبُونَ؟ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا كَانَ أَشَدَّ الرَّجُلَيْنِ اجْتِهَادًا، ثُمَّ اسْتُشْهِدَ، وَدَخَلَ هَذَا الْآخِرُ الْجَنَّةَ قَبْلَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلَيْسَ قَدْ مَكَثَ هَذَا بَعْدَهُ سَنَةً؟ قَالُوا: بَلَى، قَالَ: وَأَدْرَكَ رَمَضَانَ فَصَامَ، وَصَلَّى كَذَا وَكَذَا مِنْ سَجْدَةٍ فِي السَّنَةِ؟ قَالُوا: بَلَى، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَمَا بَيْنَهُمَا أَبْعَدُ مِمَّا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Sesungguhnya ada dua orang laki-laki dari Baliy (suku Qudhâ’ah) datang kepada Rasûlullâh ﷺ dan keduanya masuk Islam bersama-sama. Salah seorang dari keduanya lebih giat daripada yang lain. Orang yang sangat giat dari keduanya itu ikut berperang lalu mati syahid, sedangkan yang lainnya hidup setahun setelahnya, lalu meninggal dunia. Thalhah berkata, ‘Aku bermimpi, ketika aku sedang berada di pintu surga, aku melihat keduanya. Tiba-tiba ada seseorang keluar dari dalam surga, lalu mengijinkan orang yang mati terakhir dari keduanya (untuk masuk surga lebih dahulu), kemudian dia keluar lagi, lalu mengizinkan orang yang mati syahid (untuk masuk surga), lalu dia menemuiku dan berkata, ‘Kembalilah, karena sesungguhnya belum datang waktu untukmu (boleh masuk surga)’. Keesokan harinya Thalhah menceritakan kepada orang-orang, lalu mereka keheranan terhadapnya. Hal itu sampai kepada Rasûlullâh ﷺ, mereka menyampaikan cerita itu kepada beliau ﷺ, lalu beliau ﷺ bersabda, ‘Dari sisi mana kalian heran?’, mereka menjawab, ‘Wahai Rasûlullâh, orang yang satu ini lebih giat dari yang lain, lalu dia juga mati syahid, tetapi orang yang terakhir (meninggal dunia) itu masuk surga lebih dahulu’, maka Rasûlullâh ﷺ bersabda, ‘Bukankah dia yang masih hidup setahun setelahnya?’, mereka menjawab, ‘Iya’, beliau pun melanjutkan bersabda, ‘Dan (bukankah) dia telah mendapati bulan Ramadân lalu berpuasa, dia telah melakukan shalat dan sujud sekian banyak di dalam setahun?’, mereka menjawab, ‘Iya’, maka Rasûlullâh ﷺ bersabda, ‘Jarak antara keduanya lebih jauh dari jarak antara langit dan bumi’.”([41])
Perhatikanlah, selama setahun umur yang telah Allah ﷻ berikan kepada orang yang kedua, di mana ibadahnya tidak seperti orang yang pertama membuatnya masuk surga lebih dahulu. Kenapa? Karena Allah ﷻ memberikan kepadanya umur lebih panjang, sehingga dia bisa lebih banyak beribadah. Dari sinilah, hendaknya seseorang di dalam kehidupannya meminta kesehatan agar bisa banyak beribadah kepada Allah ﷻ. Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ
“Dua nikmat yang banyak orang tertipu/terpedaya merugi pada keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” ([42])
Betapa banyak orang yang mempunyai kesehatan, namun teperdaya sehingga menggunakannya di dalam hal-hal yang tidak bermanfaat, menghabiskan waktu dan kesehatannya untuk hal yang sia-sia. Maka, hendaknya seseorang waspada bahwa kesehatan yang dimiliki tidaklah selamanya. Akan datang suatu waktu, tiba-tiba kesehatan tersebut dicabut atau tiba-tiba meninggal dunia. Rasulullah ﷺ bersabda,
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, hidupmu sebelum matimu.” ([43])
Manfaatkanlah sehatmu sebelum waktu sakit. Mumpung masih sehat, jika bisa melaksanakan umrah, maka hendaklah umrah, jika masih bisa mengerjakan haji, maka segeralah melaksanakan haji, jika masih bisa berdakwah, maka jangan sia-siakan waktu untuk berdakwah. Nanti akan tiba saatnya seseorang tidak kuat lagi untuk melaksanakan umrah, haji maupun berdakwah. Oleh karenanya, mumpung masih diberikan kesehatan, maka hendaknya manfaatkan waktu dan perbanyak ibadah kepada Allah ﷻ.
Di antara perkara yang menakjubkan adalah apabila seseorang di masa sehatnya terbiasa pada sesuatu kebiasaan ibadah tertentu, bahkan ketika dia sakit, maka kebiasaan tersebut membuat argo pahalanya terus berjalan. Rasulullah ﷺ bersabda,
إِذَا مَرِضَ العَبْدُ، أَوْ سَافَرَ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Apabila seorang hamba sakit atau bersafar, maka dicatat baginya (pahala) amalan yang biasa dia kerjakan ketika dia sedang mukim lagi sehat.” ([44])
Contoh saat seseorang melakukan puasa Senin dan Kamis, shalat malam dan mencari uang untuk disedekahkan, lalu dia sakit sehingga membuatnya kesulitan untuk mengerjakan puasanya, shalatnya atau sedekahnya. Tetapi, karena selama dia sehat memiliki kebiasaan amalan saleh (puasa, shalat malam dan sedekah), meskipun dia menderita sakit selama 50-100 tahun, maka tetap saja argo pahalanya selalu berjalan. Kenapa? Karena syariat sangat mulia, mencatat argo pahalanya sesuai dengan kebiasaannya.
Maka dari itu, hendaknya kita selalu berhati-hati dan berusaha memanfaatkan kesehatan kita. Jika kita dalam keadaan sehat, hendaknya membiasakan diri kepada amalan-amalan kebaikan dan memberikan manfaat kepada orang lain, mengurus masjid, membantu orang tua, dan semua kebajikan yang lain, sehingga kita bisa memberikan keberkahan kepada orang-orang yang di sekitar kita. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,
إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ لَمَا بَرَكَتُهُ كَبَرَكَةِ المُسْلِمِ … هِيَ النَّخْلَةُ
“Sesungguhnya ada sebuah pohon yang keberkahannya seperti keberkahan seorang muslim….yaitu pohon kurma.” ([45])
Pohon kurma dari ujung daunnya yang paling atas sampai ujung akarnya yang paling bawah itu semuanya bermanfaat. Maka, seorang mukmin hendaknya demikian, selalu memberikan manfaat kepada orang lain. Ketika di rumah dia bermanfaat kepada keluarganya, istri dan anaknya, ketika di kantor bermanfaat bagi rekan kerjanya, sebagai pegawai bermanfaat kepada pimpinannya, sebagai pemimpin bermanfaat bagi pegawai-pegawainya, sebagai rakyat bermanfaat bagi bangsanya, sebagai dokter bermanfaat bagi pasiennya dan seterusnya. Sehingga, di mana pun dia berada, maka menjadi berkah. Dia merasa susah mengerjakan hal itu, jika tidak sehat dan ketika sehat dia menjadi orang yang berkah.
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِسَقَمِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Jika engkau telah tiba di sore hari, maka jangan tunggu waktu pagi hari. Dan jika engkau berada di pagi hari maka jangan kau tunggu tibanya sore hari. Maka gunakanlah/manfaatkanlah kesehatanmu sebelum datang sakitmu. Dan manfaatkanlah kehidupanmu sebelum kematianmu (beramallah di kehidupanmu sebelum tiba wafatmu).” ([46])
Jika di pagi hari jangan menunggu waktu sore hari, kerjakanlah yang bisa dikerjakan. Mumpung masih hidup dan sehat.
Ini memotivasi kita untuk menjaga kesehatan kita. Jadi, jika kita sehat dan meniatkan karena Allah ﷻ, maka kita akan mendapatkan pahala. Tatkala seseorang berolahraga di pagi hari, entah berjalan, lari-lari atau naik sepeda dan meniatkannya karena Allah ﷻ untuk menjaga kesehatan, maka dia akan mendapatkan pahala, karena sabda Nabi Muhammad ﷺ,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya segala amalan tergantung dengan niatnya.”([47])
Sikap yang salah
- Berlebihan-lebihan
Berlebih-lebihan dalam olahraga, sehingga waktu banyak terbuang. Intinya semua yang berlebihan itu tidak baik. Terkadang seseorang menginginkan kesehatan, sehingga dia menghabiskan waktunya untuk berolahraga, tapi lupa kapan waktu untuk membaca Al-Qur’annya, belajar agama, silaturahmi, membaca buku atau muraja’ah dan seterusnya. Olahraga sangat bagus, tapi hendaknya dengan membagi waktu, ada waktu untuk belajar, ada waktu untuk ibadah, ada waktu untuk berolahraga/fitness sendiri, ada waktu untuk memanjat gunung tapi jangan berlebih-lebihan, karena semua yang berlebihan tidaklah baik.
- Niatnya bukan karena Allah ﷻ
Terkadang sebagian orang mengikuti fitness bertujuan agar tubuhnya terlihat kekar, ketika keluar rumah memakai baju yang ketat supaya orang-orang bisa melihat badannya yang terlihat gagah berotot. Janganlah demikian, Allah ﷻ tidak melihat kepada tubuh kita, sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian.” ([48])
Hendaknya kita berolahraga karena Allah ﷻ. Percuma saja seseorang memiliki badan yang sehat, tetapi tidak pernah berbakti kepada orang tuanya. Percuma saja seseorang memiliki badan yang sehat, tetapi tidak pernah bersilaturahmi, tidak pernah membantu saudaranya. Percuma dia sehat, tapi tidak pernah bangun untuk mendirikan shalat malam.
Untuk apa kita diberikan kesehatan? Nikmat sehat itu akan ditanyakan oleh Allah ﷻ. Kesehatan adalah nikmat, makanya kita harus menjaganya. Jangan disepelekan atau digampangkan. Sebagian orang sempat menulis bagaimana dia merasa menyesal karena terlalu menggampangkan kesehatan. Jika kita telah berusaha, lalu Allah ﷻ menakdirkan yang lain, tentu saja kita harus menerimanya sabar dan ihtisab (mengharapkan pahala dari Allah ﷻ). Akan tetapi, dalam masalah ini janganlah kita menggampangkannya, karena jika kita menggampangkannya, maka termasuk suatu kebodohan.
Footnote:
________
([1]) Lihat: Al-Minhal Al-Hadits Fii Syarh Al-Hadits, (4/198).
([3]) HR. Tirmizi No. 2346, Ibnu Majah No. 4141 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani.
([4]) HR. Abu Daud No. 5090, Ahmad dalam Musnadnya No. 20430, al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad No.701, dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani. Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Bakrah.
([5]) HR. Abu Daud No.5074, Ibnu Majah No.3871 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
([6]) HR. Ahmad No. 13004, Abu Dawud No. 1554 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
([7]) HR. Tirmizi No. 3591, disahihkan oleh Al-Hakim dan lafalnya dari kitab Al-Mustadrak karya Imam Al-Hakim.
([8]) ‘Afiat adalah keselamatan dari berbagai penyakit [Lihat: Faidh Al-Qadir, 2/110)].
([10]) HR. Ad-Daraquthni no. 522.
([11]) Lihat: Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, (6/24).
([13]) Lihat: Al-Majmu’, karya An-Nawawi, (1/270).
([15]) HR. Abu Dawud No. 26 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani.
([16]) Lihat: Mirqah Al-Mafatih, karya Mulla Al-Qaari, (1/385).
([18]) Lihat: Syarh Shahih Al-Bukhari, karya Ibnu Batthal, (1/353).
([20]) Lihat: Fath Al-Baari, karya Ibnu Hajar, (11/87).
([22]) HR. Ahmad No. 9722, Al-Baihaqi No. 13772 di dalam As-Sunan Al-Kubra.
([24]) Lihat: ‘Umdah Al-Qaari, karya Al-‘Aini, (21/259).
([25]) Lihat: Fath Al-Baari, karya Ibnu Hajar, (10/193).
([26]) HR. Ahmad No. 26831 dan Ath-Thabrani No. 55 dan dinyatakan hasan lighairihi oleh Al-Albani di dalam Shahih At-Targhib Wa At-Tarhib.
([27]) HR. An-Nasai No. 7297 dan Al-Baihaqi No. 17017 di dalam As-Sunan Al-Kubra dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani di dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah.
([28]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi, (3/85).
([29]) HR. An-Nasai No. 8890 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
([30]) Lihat: Syarh An-Nawawi ‘Ala Muslim, (13/64).
([31]) Lihat: Tarikh Ath-Thabari, (2/506).
([33]) HR. Ath-Thabrani No. 2353 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir.
([34]) Lihat: Al-Adab Asy-Syar’iyyah, karya Ibnu Muflih, (2/271).
([35]) HR. Al-Baihaqi No. 691 di dalam Al-Adab.
([36]) HR. Ath-Thabrani No. 649 dinyatakan sahih oleh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir.
([37]) Lihat: Fath Al-Baari, karya Ibnu Hajar, (10/135).
([38]) Meskipun hukumnya makruh, tetapi Nabi Muhammad ﷺ pernah melakukannya kepada Sa’d bin Mu’adz, tetapi jika ada orang yang meminta kay, maka hukumnya makruh. Adapun jika ada orang yang mahir dalam pengobatan dengan kay, maka dibolehkan. Intinya, Rasulullah ﷺ pernah melakukan pengobatan tersebut.
([40]) HR. Tirmizi no. 2330, hadits hasan sahih dan menurut Al-Albani hadits sahih lighairihi.
([41]) HR. Ahmad No. 1404, (hadits hasan li ghairihi) dan Ibnu Majah No. 3925, Al-Baihaqi no. 6530 di dalam As-Sunan Al-Kubra dan disahihkan oleh Al-Albani.
([43]) HR. An-Nasai di dalam As-Sunan Al-Kubra, No. 11832, Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, No. 9767 dan Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak, No. 7846.
([44]) HR. Bukhari 4/57 no. 2996.
([48]) HR. Muslim No. 2564. Di dalam riwayat lain disebutkan,
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat jasad kalian.”