Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Allah ﷻ berfirman,
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS. Al-Isra’: 23)
Di antara bentuk kedurhakaan kaum perempuan adalah tidak membantu ibu-ibu mereka menangani pekerjaan-pekerjaan rumah, ketika ibu mereka meminta hal tersebut terhadap mereka. Oleh karenanya hendaknya para wanita tatkala pulang atau berkunjung ke rumah orang tuanya untuk berusaha membantu pekerjaan ibunya. Terlebih lagi jika seorang wanita yang telah berumah tangga, tentu sangat jarang baginya untuk bertemu dan membantu ibunya. Maka tatkala ada kesempatan untuk bisa bertemu, maka hendaknya dia melayani mereka.
Allah ﷻ berfirman,
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)
Maka dari itu, tidak boleh bagi seorang wanita ragu-ragu menegur kesalahan orang lain tatkala telah jelas orang tersebut melakukan kesalahan seperti ghibah dan yang lainnya. Jangan malu-malu dalam melakukan amar makruf nahi munkar yang tentunya dengan cara-cara dan adab yang baik dan benar.
Di antara penyakit lisan kaum perempuan adalah berbicara atas nama Allah tanpa didasari dengan ilmu, berdusta, membicarakan aib orang lain, mengadu domba, dan lain sebagainya. Ini semua adalah bahaya-bahaya dari lisan yang terkadang ada pada tempat berkumpulnya para wanita. Maka dari itu, hendaknya para wanita berhati-hati dalam menjaga lisan mereka. Terlebih lagi Allah telah sebutkan bahwa wanita sangat mudah untuk saling mengejek. Allah ﷻ berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)
Sangat banyak sebab-sebab yang bisa dijadikan oleh para wanita sebagai bahan ejekan. Oleh karenanya hendaknya para wanita senantiasa menjaga lisannya dalam mengomentari hal-hal dari luar dirinya. Sungguh masih banyak kekurangan yang ada pada diri sendiri yang harus di perhatikan.
Sebagian kaum wanita menganggap seolah-olah perintah untuk memalingkan pandangan itu hanya berlaku untuk kaum pria saja dan tidak untuk wanita. Padahal Allah ﷻ berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An-Nur: 31)
Para ulama mengatakan bahwa hukum asal laki-laki memandang wanita adalah haram. Adapun hukum asal wanita memandang laki-laki adalah boleh, kecuali jika pandangan tersebut menimbulkan syahwat, maka harus menundukkan pandangan. Bahkan jika sampai timbul syahwat seorang wanita tatkala memandang ustaz tatkala menyampaikan kajian, maka wajib baginya menundukkan pandangan. Adapun jika pandangan wanita terhadap seorang laki-laki tidak menimbulkan syahwat dan terasa biasa saja, maka tidak mengapa, sebagaimana para shahabiat (sahabat wanita di zaman Nabi ﷺ) memandang para sahabat yang lain sehingga saling mengenal satu sama lain.
Terkadang ada seorang wanita yang menceritakan wanita lain kepada kerabatnya secara detail, padahal tidak ada tujuan-tujuan syar’i yang dibolehkan agama untuk menceritakannya seperti untuk pernikahan. Rasulullah ﷺ telah bersabda,
لاَ تُبَاشِرُ المَرْأَةُ sahabat، فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا
“Janganlah seorang wanita menceritakan sifat-sifat wanita lain pada suaminya sehingga seolah-olah ia melihatnya.”[1]
Hukum seorang wanita menceritakan wanita lain kepada suaminya sehingga seolah-olah dia melihatnya adalah haram. Maka ketahuilah bahwa jika menceritakan adalah hal yang tidak boleh, maka lebih tidak boleh lagi jika memperlihatkan foto wanita lain kepada suaminya.
Dari Abu Hurairah h bahwa beliau berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ، وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ
“Rasulullah ﷺ melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.”[2]
Beliau juga bersabda,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَةَ مِنَ النِّسَاءِ
“Rasulullah ﷺ melaknat wanita-wanita yang menyerupai laki-laki.”[3]
Hadits ini menggambarkan bagaimana seorang wanita hendaknya menunjukkan kodratnya sebagai seorang wanita. Janganlah para wanita mengenakan pakaian baik celana atau bahkan baju seperti yang dikenakan oleh laki-laki. Adapun celana panjang, hendaknya mengenakan celana panjang yang khusus buat wanita yang sifatnya longgar dan gombrang. Sebagian ulama mensyaratkan seperti Syaikh Sholeh Al-‘Utsaimin agar tidak mengenakannya keluar rumah kecuali di balik rok. Karena bagaimanapun juga celana panjang akan memberikan gambaran pembagian kaki, dan hal tersebut bisa dilihat oleh laki-laki jika tidak ditutup dengan rok.
Celana panjang tidaklah dikatakan bertasyabbuh dengan laki-laki karena memang ada celana panjang yang khusus untuk wanita. Akan tetapi perlu diingat bahwa celana tersebut tidak diperkenankan untuk digunakan di luar rumah. Jika harus memakainya untuk keluar rumah, maka harus ditutupi lagi dengan rok agar menutup belahan kaki yang satu dengan yang lainnya sehingga tidak terlihat.
Rasulullah ﷺ bersabda,
لَعَنَ اللَّهُ الوَاشِمَاتِ وَالمُسْتَوْشِمَاتِ، وَالمُتَنَمِّصَاتِ، وَالمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ، المُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
“Allah melaknat wanita yang mentato dan yang minta ditato dan wanita yang mencukur alis matanya serta yang merenggangkan giginya (dengan kawat dll.) untuk kecantikan dengan merubah ciptaan Allah.”[4]
Ada sebagian wanita yang sebagian waktunya hanya dihabiskan di depan cermin atau berbicara panjang lebar di telepon dengan temannya tanpa manfaat. Dengan demikian dia telah membuang waktunya yang berharga dengan percuma, padahal waktu itu adalah kehidupannya. Dan Nabi ﷺ telah bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكَهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah dia meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya.”[5]
Rasulullah ﷺ bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walau sekecil zarah.”[6]
Perkara ini tentu hukumnya haram. Hal ini banyak terjadi dalam pembicaraan di telepon. Yang demikian itu akan berdampak buruk dan bisa menjadikan wanita itu incaran empuk yang mudah diterkam oleh ‘serigala’ manusia. Dan Allah ﷻ telah berfirman,
يَانِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Wahai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32)
Ada sebagian wanita –semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka– yang tidak kenal dengan Al-Quran kecuali di bulan ramadhan. Ada pula wanita yang tidak pernah kenal shalat witir, shalat dhuha, dan tidak menjaga shalat-shalat rawatib (yang mengiringi shalat wajib).
Perkara menyemir rambut dengan warna hitam telah disebutkan oleh Nabi ﷺ dalam sabdanya,
يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِي آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ، كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ، لَا يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
“Pada akhir zaman nanti akan ada orang-orang yang mengecat rambutnya dengan warna hitam seperti bulu-bulu burung dara. Mereka itu tidak akan mencium wanginya surga.”[7]
Salah satu contoh dalam perkara ini adalah ada wanita yang tidak memotong kuku yang panjang, sehingga terlihat ada sebagian mereka yang memanjangkan kukunya kemudian dipoles dengan cat kuku, padahal cat kuku itu menghalangi sampainya air ke kuku. Akibatnya, kalu dia berwudhu kemudian melaksanakan shalat, maka shalatnya tidak sah (batal), sebab wudhunya tidak sah karena air tidak sampai ke kuku. Oleh karena itu, jika dia memang harus memakai cat kuku tersebut, maka dia harus menghilangkannya sebelum berwudhu.
Telah merebak di kalangan kaum wanita sebuah sikap mengidolakan salah seorang kawannya, gurunya, atau dosennya, baik karena kecantikan, penampilan atau pakaiannya. Awalnya mereka akan meniru tingkah lakunya, walaupun yang diidolakan itu mungkin saja tidak shalat dan tidak mengenakan hijab yang sesuai aturan syar’i. kesenangan dan kecintaan semacam ini adalah haram. Faktor pendorong utama terjadinya hal ini adalah syahwat, meskipun terjadi pada seorang wanita kepada wanita yang lain. Fenomena semacam ini sangatlah berbahaya, karena hati seseorang saat itu bergantung kepada selain Allah ﷻ.
Rasulullah ﷺ telah bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ، أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثٍ، إِلَّا عَلَى زَوْجٍ، فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk berbelasungkawa atas kematian seseorang lebih dari tiga malam, kecuali atas kematian suaminya, maka dia berbelasungkawa atasnya selama empat bulan sepuluh hari.”[8]
Di antara tata cara belasungkawa yang diajarkan oleh syariat Islam yang para wanita banyak yang tidak konsisten atasnya adalah tidak berhias, tidak memakai perhiasan, inai, celak mata, parfum dan semacamnya. Kemudian juga tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali karena terpaksa, juga tidak disyariatkan mengenakan pakaian hitam, karena tidak ada dasarnya sama sekali, bahkan ini termasuk hal yang batil dan tercela.
Footnote:
______
[1] HR. Bukhari No. 5240
[2] HR. Abu Daud No. 4098, hadits ini sahih menurut Syaikh Al-Albani.
[3] HR. Abu Daud No. 4099, hadits ini sahih menurut Syaikh Al-Albani.
[4] HR. Bukhari No. 5948
[5] HR. At-Tirmidzi No. 2317, sahih menurut Syaikh Al-Albani.
[6] HR. Muslim No. 91
[7] HR. Abu Daud No. 4212
[8] HR. Bukhari No. 1280
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ bismillāhir-raḥmānir-raḥīm 1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha…
الٓمٓ alif lām mīm 1. Alif laam miim. ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ…
الٓمٓ alif lām mīm 1. Alif laam miim. ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ…
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا…
الٓمٓصٓ alif lām mīm shād 1. Alif laam mim shaad. كِتَٰبٌ أُنزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُن…
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْأَنفَالِ ۖ قُلِ ٱلْأَنفَالُ لِلَّهِ وَٱلرَّسُولِ ۖ فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ…