Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Matan
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: Allah I berfirman,
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِيْ فَلْيَخْلُقُوْا ذَرَّةً، أَوْ لِيْخْلُقُوْا حَبَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوْا شَعِيْرَةً
“Dan tiada seseorang yang lebih dzalim dari pada orang yang bermaksud menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku, oleh karena itu. Maka cobalah mereka menciptakan seekor semut kecil, atau sebutir biji-bijian, atau sebutir biji gandum.” ([1])
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah, radhiallahuanha bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِيْنَ يُضَاهِئُوْنَ بِخَلْقِ اللهِ
“Manusia yang paling pedih siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang membuat penyerupaan dengan makhluk Allah”. ([2])
Sebagaimana riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas y bahwa ia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يُجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْس يُعَذَّبُ بِهَا فِيْ جَهَنَّمَ
“Setiap mushawwir (perupa) berada di dalam neraka, dan setiap rupa yang dibuatnya diberi ruh/jiwa untuk menyiksa dirinya dalam neraka Jahannam”. ([3])
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu dalam hadits yang marfu’, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فيِ الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ
“Barangsiapa yang membuat gambar di dunia, maka kelak (pada hari kiamat) ia akan dibebani untuk meniupkan ruh ke dalam gambar yang dibuatnya, namun ia tidak bisa meniupkannya”. ([4])
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Al Hayyaj, ia berkata: sesungguhnya Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu berkata kepadaku:
أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِيْ عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ أَنْ لاَ تَدَعَ صُوْرَةً إِلاَّ طَمَسْتَهَا وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Maukah kamu aku utus untuk suatu tugas sebagaimana Rasulullah ﷺ mengutusku untuk tugas tersebut? Yaitu: janganlah kamu biarkan ada sebuah gambar tanpa kamu musnahkan, dan janganlah kamu biarkan ada sebuah kuburan yang menonjol kecuali kamu ratakan.” ([5])
Syarah
Di antara nama Allah adalah الْمُصَوِّر yaitu yang membentuk ciptaan-Nya. Di antaranya Allah ﷻ berfirman,
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hasyr: 24)
Juga dalam surat yang lain Allah ﷻ berfirman,
هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الْأَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Dialah yang membentuk kalian dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran: 6)
Dalam ayat yang lain,
اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَارًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ ۖ فَتَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kalian lalu membaguskan rupa kalian serta memberi kalian rezeki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhan kalian, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Mukmin: 64)
Jadi termasuk nama Allah ﷻ adalah الْمُصَوِّر.
Terdapat beberapa sebab yang diisyaratkan dalam hadits-hadits yang telah disebutkan di atas, di antaranya:
Pertama: الْمُضَاهَاة (menandingi atau menyerupai). Ini yang diisyaratkan dalam hadits di atas,
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِيْنَ يُضَاهِئُوْنَ بِخَلْقِ اللهِ
“Manusia yang paling pedih siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang membuat penyerupaan dengan makhluk Allah”. ([6])
Begitu juga dalam firman Allah ﷻ dalam hadits qudsi,
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِيْ فَلْيَخْلُقُوْا ذَرَّةً، أَوْ لِيْخْلُقُوْا حَبَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوْا شَعِيْرَةً
“Dan tiada seseorang yang lebih dzalim dari pada orang yang bermaksud menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku, oleh karena itu. Maka cobalah mereka menciptakan seekor semut kecil, atau sebutir biji-bijian, atau sebutir biji gandum.” ([7])
Sehingga salah satu sebab diharamkannya menggambar adalah الْمُضَاهَاة yaitu menandingi atau menyerupai ciptaan Allah ﷻ. Maksudnya di antara adab kepada Allah ﷻ adalah tidak meniru Allah ﷻ dalam penciptaan atau pembentukan. Allah ﷻ telah menciptakan manusia dan hewan dengan berbagai bentuknya dan meniupkan ruh ke dalamnya, kemudian ada yang meniru-niru hal tersebut, maka Allah tidak menyukai hal tersebut. Ini termasuk bentuk tidak beradab kepada Allah ﷻ karena membentuk dan mencipta makhluk hidup termasuk kekhususan Allah ﷻ sehingga Allah tidak ingin ditiru walaupun hanya sedikit. Seperti halnya kita harus beradab kepada Allah ﷻ dalam menyandarkan nikmat kepada-Nya setiap mendapatkan kenikmatan dan tidak boleh menyandarkan kenikmatan tersebut kepada selain-nya. Begitu juga dalam hal ini, Allah ﷻ adalah satu-satunya yang membentuk makhluk entah itu membentuk sesuatu yang ada di dalam rahim, membentuk hewan, dan lainnya maka ini adalah kekhususan Allah. Jika ada yang meniru-niru walaupun hanya sekedar dari bentuk tanpa ada ruhnya maka Allah melarangnya. Oleh karenanya orang yang membuat patung atau gambar makhluk yang bernyawa dia adalah orang yang tidak beradab kepada Allah ﷻ sehingga dia berhak untuk mendapatkan azab yang pedih.
Sehingga dari sini kita mengetahui kaitan bab ini dengan tauhid, yaitu dari 2 sisi: ([8])
Kedua: pada hari kiamat dia diperintahkan untuk meniupkan ruh kepada patung-patung tersebut. Sebagaimana yang disebutkan hadits,
مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فيِ الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ
“Barangsiapa yang membuat rupaka di dunia, maka kelak (pada hari kiamat) ia akan dibebani untuk meniupkan ruh ke dalam rupaka yang dibuatnya, namun ia tidak bisa meniupkannya”. ([9])
Ketiga: patung-patung atau gambar-gambar makhluk bernyawa tersebut pada hari kiamat akan diberikan jiwa/nyawa oleh Allah ﷻ untuk mengazab pembuat patung atau penggambar tersebut. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits,
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يُجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْس يُعَذَّبُ بِهَا فِيْ جَهَنَّمَ
“Setiap mushawwir (perupa) berada di dalam neraka, dan setiap rupa yang dibuatnya diberi nyawa untuk menyiksa dirinya dalam neraka Jahannam”. ([10])
Jadi ketika pembuat patung atau gambar tersebut ketika Allah perintahkan mereka untuk meniupkan ruh ke dalam patung dan gambar tersebut mereka tidak mampu. Lalu Allah memberikan nyawa kepada patung tersebut untuk mengazab mereka pada hari kiamat kelak. Semakin banyak patung atau gambar yang dia miliki maka akan semakin banyak azab yang akan ia rasakan.
Keempat: sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhori,
لاَ تَدْخُلُ الْمَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلاَ تَصَاوِيرُ
“para malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan patung-patung.” ([11])
Para ulama berbeda pendapat berkaitan dengan tidak masuknya malaikat ke dalam rumah, apakah yang dimaksud semua malaikat? Karena dalam hadits ini disebutkan dalam bentuk jamak. Ada yang mengatakan bahwa dikecualikan malaikat pencatat amal. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah malaikat Jibril([12]). Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah malaikat pembawa rahmat([13]). Intinya, adanya patung-patung atau gambar-gambar bernyawa menghalangi malaikat untuk masuk ke dalam rumah tersebut. Ini adalah kerugian yang sangat besar. Oleh karenanya jika seseorang sering mendapatkan masalah di dalam rumahnya bisa jadi karena adanya patung-patung atau gambar-gambar di rumahnya. Begitu juga adanya anjing juga membuat malaikat tidak masuk ke dalam rumah kecuali anjing yang diizinkan syariat seperti anjing-anjing yang menjaga tanaman, hewan ternak, atau anjing tersebut untuk berburu.
Kelima: patung-patung atau gambar-gambar merupakan wasilah atau perantara yang mengantarkan kepada kesyirikan sejak zaman dahulu hingga sekarang. ([14]) Jika ada yang mengatakan bahwa patung-patung tersebut disembah hanya pada zaman dahulu adapun sekarang sudah tidak ada orang yang menyembah patung. Maka jawabannya bahkan hingga sekarang masih banyak orang yang menyembah patung atau berhala. Contohnya orang-orang Nasrani yang mereka menyembah patung Nabi Isa dan Bunda Maria. Juga orang-orang yang beragama Hindu mereka menyembah patung-patung dewa. Juga orang-orang yang beragama Buddha mereka menyembah patung Sidharta Gautama. Jumlah mereka semua di dunia ini tidaklah sedikit, sehingga perkataan mereka bahwa tidak ada di zaman sekarang orang yang menyembah patung tidaklah benar. Pada zaman dahulu orang-orang sudah menyembah berhala sebagaimana kisah yang sudah terkenal yaitu kisahnya Nabi Nuh ‘alaihissalam ketika orang-orang saleh meninggal lalu dibuatkan patung lalu disembah. ([15]) Begitu juga di zaman Nabi Muhammad ﷺ terdapat patung laata yang asalnya adalah orang yang saleh kemudian dibuatkan patung di atas kuburannya. Sehingga orang yang mengatakan bahwa patung tidak disembah pada zaman sekarang ini maka ini tidaklah benar karena masih banyak orang yang melakukan kesyirikan melalui menyembah patung-patung tersebut.
Adapun menggambar makhluk bernyawa, maka hukumnya haram secara muthlaq. Berkata imam An-Nawawi:
قَالَ أَصْحَابُنَا وَغَيْرُهُمْ مِنَ الْعُلَمَاءِ تَصْوِيرُ صُورَةِ الْحَيَوَانِ حَرَامٌ شَدِيدُ التَّحْرِيمِ وَهُوَ مِنَ الْكَبَائِرِ لِأَنَّهُ مُتَوَعَّدٌ عَلَيْهِ بِهَذَا الْوَعِيدِ الشَّدِيدِ الْمَذْكُورِ فِي الْأَحَادِيثِ وَسَوَاءٌ صَنَعَهُ بِمَا يُمْتَهَنُ أَوْ بِغَيْرِهِ فَصَنْعَتُهُ حَرَامٌ بِكُلِّ حَالٍ لِأَنَّ فِيهِ مُضَاهَاةً لِخَلْقِ اللَّهِ تَعَالَى وَسَوَاءٌ مَا كَانَ فى ثوب أو بساط أودرهم أَوْ دِينَارٍ أَوْ فَلْسٍ أَوْ إِنَاءٍ أَوْ حَائِطٍ أَوْ غَيْرِهَ
(Berkata ‘ulama kami (‘Ulama Syafi’iyyah) dan selain mereka: bahwa menggambar gambar hewan (makhluk bernyawa), adalah keharaman yang sangat keras, dan yang demikian termasuk dosa besar. Karena yang demikian pelakunya diancam dengan ancaman yang keras ini (yang disebutkan di dalam hadits). Sama saja, baik perbuatannya itu pada hal-hal yang termasuk dihinakan ataupun tidak, maka perbuatannya itu juga haram dalam segala hal. Karena di sana teradapat kandungan menyaingi Allah ‘Azza wa Jalla. Sama saja, yang demikian itu di baju, atau karpet, atau dirham, atau dinar, atau uang, atau bejana, atau tembok, atau selainnya). ([16])
Dan hukum menggambar itu berbeda dengan hukum menyimpan gambar atau menyimpan benda yang terdapat gambar.
Hukum صُوْرَة (Patung 3 Dimensi Atau Gambar 2 Dimensi)
Pertama: 3 dimensi atau patung yang bernyawa yang ada bayangannya. Maka para ulama ijma’ atau sepakat bahwa hukumnya haram sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Batthol dan juga An-Nawawi yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari. Kecuali untuk mainan anak-anak seperti boneka maka hal tersebut tidak masalah sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Hajar rahimahullah ta’ala. ([17])
Kedua: 2 dimensi atau gambar, maka ini terbagi menjadi 2 macam:
Dalam masalah ini terdapat khilaf diantara para ulama:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِيْ فَلْيَخْلُقُوْا ذَرَّةً، أَوْ لِيْخْلُقُوْا حَبَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوْا شَعِيْرَةً
“Dan tiada seseorang yang lebih dzalim dari pada orang yang bermaksud menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku, oleh karena itu. Maka cobalah mereka menciptakan seekor semut kecil, atau sebutir biji-bijian, atau sebutir biji gandum.” ([20])
Dan kita semua mengetahui bahwasanya biji-biji dan gandum adalah termasuk tumbuhan.
إِنِّي رَجُلٌ أُصَوِّرُ هَذِهِ الصُّوَرَ، فَأَفْتِنِي فِيهَا، فَقَالَ لَهُ: ادْنُ مِنِّي، فَدَنَا مِنْهُ، ثُمَّ قَالَ: ادْنُ مِنِّي، فَدَنَا حَتَّى وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ، قَالَ: أُنَبِّئُكَ بِمَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ، بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا، نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ» وقَالَ: «إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا، فَاصْنَعِ الشَّجَرَ وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ»
“saya ini adalah orang yang menggambar semua gambar ini. Oleh karena itu, berilah fatwa kepada saya mengenai gambar-gambar tersebut!” Ibnu Abbas berkata kepadanya; ‘Mendekatlah kepadaku! ‘ Orang itu pun lalu mendekat. Kemudian Ibnu Abbas kembali berkata; ‘Mendekatlah lagi! ‘ Lalu orang itu mendekat lagi hingga Ibnu Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut. Setelah itu, Ibnu Abbas berkata; ‘Aku akan menceritakan kepadamu apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah ﷺ, bahwasanya beliau telah bersabda: Setiap mushawwir (perupa) berada di dalam neraka, dan setiap rupa yang dibuatnya diberi nyawa untuk menyiksa dirinya dalam neraka Jahannam.’ Ibnu Abbas berkata; ‘Jika kamu memang harus tetap melakukannya juga, maka buatlah gambar pepohonan atau benda lain yang tak bernyawa.” ([21])
Para ulama menjawab terhadap pendalilan pada pendapat pertama bahwasanya hadits tersebut yang berbunyi “Maka cobalah mereka menciptakan seekor semut kecil, atau sebutir biji-bijian, atau sebutir biji gandum” maka maksudnya bukan pelarangan dari menggambar biji atau gandum. Akan tetapi yang dimaksud dari tersebut adalah Allah menekankan bahwa para tukang gambar tersebut mereka tidak bisa membuat semut yang kecil. Jangankan membuat semut yang kecil untuk membuat biji-bijian atau biji gandum saja mereka tidak mampu. Jadi ini sekedar tantangan dari Allah ﷻ jangankan untuk membuat makhluk bernyawa seperti semut untuk membuat biji-bijian saja mereka tidak bisa. ([22])
Terdapat 2 pendapat dalam masalah ini:
إِلَّا رَقْمًا فِي ثَوْبٍ
“kecuali gambar di baju” ([23])
Sehingga mereka berdalil dengan zahir hadits ini bahwasanya gambar 2 dimensi tidak mengapa. Mereka juga mengatakan bahwa secara logika ciptaan Allah I yang dilarang untuk ditiru semuanya berupa 3 dimensi seperti manusia atau hewan. Oleh karenanya yang dilarang adalah yang berbentuk patung, adapun bentuk yang berupa gambar maka tidak masalah.
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْكَعْبَةَ فَأَمَرَنِي فَأَتَيْتُهُ بِمَاءٍ فِي دَلْوٍ فَجَعَلَ يَبُلُّ الثَّوْبَ وَيَضْرِبُ بِهِ عَلَى الصُّوَرِ وَيَقُولُ قَاتَلَ اللَّهُ قَوْمًا يُصَوِّرُونَ مَا لَا يخلقون
“suatu hari Rasulullah ﷺ masuk ke dalam Ka’bah lalu beliau memerintahkan aku untuk membawakan air dalam satu ember. Maka kemudian beliau membasahkan kainnya lalu membersihkan gambar yang ada di dinding Ka’bah. Lalu beliau berkata: semoga Allah memerangi suatu kaum yang mereka membuat gambar-gambar yang tidak mereka ciptakan.” ([26])
Juga disebutkan dalam sebuah hadits ketika Nabi ﷺ masuk ke dalam rumah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa beliau melihat ada gambar di tirai maka beliau tidak suka dengan gambar tersebut lalu memerintahkan untuk menghilangkannya. Lalu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa merobeknya dan menjadikannya menjadi 2 bantal.
Al-Imam An-Nawawi juga merajihkan pendapat ini, dan dia mengatakan dalam menggabungkan hadits-hadits yang melarang secara umum dengan hadits yang memperbolehkan di atas bahwa yang dimaksud dengan hadits Bukhori yang berbunyi,
إِلَّا رَقْمًا فِي ثَوْبٍ
“kecuali gambar di baju”
Maksud hadits ini adalah untuk gambar makhluk tidak bernyawa([27]). Sebagian ulama mengatakan bahwa hadits ini maksudnya untuk gambar bernyawa akan tetapi mumtahan (untuk dihinakan atau tidak dimuliakan) seperti untuk menjadi keset, bantal atau untuk bersandar maka ini tidak mengapa. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits ketika melihat ada gambar di rumah ‘Aisyah yang kemudian diperintahkan untuk dihilangkan. Lalu ‘Aisyah merobeknya dan menjadikannya sebagai bantal. Oleh karenanya hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori tersebut dibawakan kepada hal yang diperbolehkan. ([28])
Adapun gambar makhluk bernyawa yang dimuliakan maka haram seperti di baju, dipajang, atau lukisan maka tidak boleh.
Hukum video makhluk bernyawa
Video memiliki dua bentuk:
Pertama: live, maka para ulama sepakat akan kebolehannya. Hal ini dikarenakan video ketika live seperti cermin yang menampilkan gambar orang yang di depannya.
Kedua: video berupa rekaman. Terdapat khilaf dalam masalah ini.
Hukum foto makhluk bernyawa
Terdapat perbedaan pendapat dalam masalah ini:
أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِيْ عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ أَنْ لاَ تَدَعَ صُوْرَةً إِلاَّ طَمَسْتَهَا وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Maukah kamu aku utus untuk suatu tugas sebagaimana Rasulullah ﷺ mengutusku untuk tugas tersebut? Yaitu: janganlah kamu biarkan ada sebuah rupaka tanpa kamu musnahkan, dan janganlah kamu biarkan ada sebuah kuburan yang menonjol kecuali kamu ratakan.” ([31])
Ini adalah sunnahnya Nabi ﷺ dan sunnahnya ‘Ali bin Abi Thalib. Maka sungguh menyedihkan di zaman sekarang jika ternyata sebagian orang-orang malah menyelisihi ini. Bahkan di antara mereka ada keturunan Ali bin Abi Thalib dan keturunan Nabi ﷺ akan tetapi mereka mengajak untuk menjadi kuburan semakin tinggi dan semakin mewah. Bahkan ada yang membuat kuburan seperti masjid yang kemudian disediakan di dalamnya Al-Quran. Ini menyelisihi perintah Nabi ﷺ yang bahkan langsung memerintahkan Ali untuk meratakannya.
Para ulama juga menyatakan alasan mengapa dalam hadits ini disandingkan penyebutan صُوْرَة dan kuburan. Yaitu keduanya adalah sarana kesyirikan. Sehingga meskipun foto tidak ada unsur menyaingi Allah I akan tetapi dia masih memiliki sisi pelarangan lainnya yaitu merupakan sarana kesyirikan. Baru-baru ini kita dapati di musim wabah corona ini ada seseorang dari kaum muslimin yang mengatakan bahwa di antara sarana untuk melawan wabah corona adalah foto kiainya. Bahkan sebagian orang menjadikan foto sebagai jimat. Juga sebagian orang menganggap bahwa jika mereka memajang foto kiainya maka rumahnya akan mendapatkan keberkahan atau bisa menolak bala. Bahkan sebagian orang beribadah dengan meletakkan foto gurunya di hadapannya. Ini semua menunjukkan bahwa sampai sekarang foto bisa menjadi sarana kesyirikan.
Jadi yang mengatakan haramnya foto juga memiliki dalil yang kuat. Akan tetapi kita katakan bahwa sebab utama dilarangnya patung adalah المُضَاهَاة karena sebab ini disebutkan secara nas. Adapun sebab pelarangan patung karena ini adalah wasilah kepada kesyirikan maka ini adalah diambil dari istinbat tidak seperti penyebutan sebab pelarangan المُضَاهَاة. Jangan sampai kita bermudah-mudahan dalam berfoto, sehingga kita terkadang riya’ terhadap ibadah yang kita lakukan sementara para salaf dahulu sangat menyembunyikan amal ibadah mereka. Bahkan di antara salaf ada yang marah jika ibadah mereka diketahui oleh orang lain. Sebisa mungkin kita menghindari foto, namun jika ada yang melakukannya maka kita tidak bisa mengingkarinya karena ulama-ulama besar membolehkan foto dan tidak perlu kita bersitegang dalam masalah ini.
Perlu diingat:
Matan:
Kandungan bab ini:
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Kitab At-Tauhid Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([2]) HR. Bukhori No. 5954 dan Muslim No. 2107. Namun dalam riwayat-riwayat yang masyhur, dengan redaksi “يُضَاهُوْنَ”, namun maknanya sama.
([4]) HR. Bukhori No. 5963 dan Muslim No. 2110
([6]) HR. Bukhori No. 5954 dan Muslim No. 2107
([7]) HR. Bukhori No. 5953 dan Muslim No. 2111
([8]) Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, Sulaiman bin ‘Abdillah, 1/609-610, At-Tamhid Lisyarhi Kitabi At-Tauhid, Sholih Alu Syaikh, 557
([9]) HR. Bukhori No. 2225 dan Muslim No. 2110
([12]) Lihat: Syarhu Shohih Bukhori Libni Batthol 9/181
([13]) Lihat: Ma’limus Sunan 1/75
([14]) Majmu’ Al-Fatawa, Ibnu Taimiyyah, 1/152
([15]) Dan membuat patung atau gambar, dahulunya tidak terlarang, kemudian dilarang bagi ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ
(Mereka (jin) membuat untuknya (Sulaiman) apa-apa yang dia kehendaki dari masjid-masjid, patung-patung, nampan-nampan besar, Periuk-periuk yang tetap) Q.S. Saba:13
([16]) Syarah Shohih Muslim, An-Nawawi, 14/81. Demikian juga yang dinyatakan oleh Al-Mardawi Al-Hanbali, dalam Al-Inshof, 3/257, dan Ibnu Nujaim, dalam Al-Bahru Ar-Roiq, 2/29.
([17]) Lihat: Fathul Bari 10/388
([18]) Syarh Shohih Muslim, An-Nawawi, 14/91
([19]) Ikmalu Al-Mu’lim, Al-Qodhi ‘Iyadh, 6/638. Namun, imam Al-Mawardi Al-Hanbali menukilkan dalam kitab Al-Inshof:
يَحْرُم تصْوِيْرُ مَا فِيْهِ رُوْحٌ، وَلَا يَحْرُمُ تَصْوِيْرُ الشَّجَرِ وَنَحْوِهِ، وَالتِّمْثَالِ مِمَّا لَا يُشَابِهُ مَا فِيْهُ رُوْحٌ، عَلَى الصَّحِيْحِ مِنَ المَذْهَبِ. وأطْلَقَ بَعْضُهُمْ تَحْرِيمَ التَّصْوِيْرِ. وَهُوَ مِنَ المُفْرَداتِ.
(Diharamkan menggambar yang terdapat ruh (makhluk bernyawa), dan tidak diharamkan menggambar pohon dan yang semisalnya, dan patung yang sama sekali tidak menyerupai yang bernyawa menurut pendapat yang shohih dalam madzhab. Dan sebagian mereka (‘ulama Hanabilah) memutlakkan pengharaman menggambar. Dan itu termasuk mufrodat (sendiri dalam berpendapat, dan menyelisihi madzhab yang lain). Al-Inshof, 3/257
([20]) HR. Bukhori No. 5953 dan Muslim No. 2111
([22]) Lihat: Fathul Bari 10/394-395
([23]) HR. Bukhori No. 5958 dan Muslim No. 2106
([24]) Lihat Fathul Baari 10/388
([25]) Terhinakan seperti dinjak atau ditindih, seperti gambar pada keset atau karpet atau bantal. Adapun jika tidak terhinakan, seperti digantung di dinding, atau dipakai (pakaian) atau di surban atau yang semisalnya. (Lihat perkataan An-Nawawi yang dinukil di Fathul Baari 10/388)
Berikut nukilan dari 4 madhzab tentang hal ini :
Madzhab Hanafi:
Berkata Al-Marghinani:
وَلَوْ كَانَتْ الصُّورَةُ عَلَى وِسَادَةٍ مُلْقَاةٍ أَوْ عَلَى بِسَاطٍ مَفْرُوشٍ لَا يُكْرَهُ لِأَنَّهَا تُدَاسُ وَتُوطَأُ، بِخِلَافِ مَا إذَا كَانَتْ الْوِسَادَةُ مَنْصُوبَةً أَوْ كَانَتْ عَلَى السِّتْرِ لِأَنَّهَا تَعْظِيمٌ لَهَا
“Adapun jika gambar itu di bantal yang tergeletak atau di tikar yang terbentang, maka ia tidak makruh (boleh), karena dengan demikian gambar itu diinjak-injak. Berbeda jika bantal itu ditegakkan atau gambar tersebut berada pada tirai (maka dibenci) karena yang demikian terdapat penghormatan terhadap gambar itu” (Al-Hidayah, Al-Marghinani, 1/65). Dan yang semisal juga ditulis dalam kitab-kitab madzhab Hanafi yang lain.
Al-Hashfaki:
لَا يُكْرَهُ (لَوْ كَانَتْ تَحْتَ قَدَمَيْهِ) أَوْ مَحَلَّ جُلُوسِهِ لِأَنَّهَا مُهَانَةٌ
“Dan tidak makruh jika gambar ini di kakinya atau tempat ia duduk (ketika shalat), karena gambar tersebut terhinakan” (Ad-Durru Al-Mukhtar Wa Ma’ahu Hasyiyah Ibnu ‘Abidin, 1/648)
Demikian juga jika gambarnya kecil atau tertutup maka tidak mengapa. Ibnu Nujaim berkata :
وَهُوَ يُفِيدُ أَنَّ الْمُسْتَبِينَ فِي الْخَاتَمِ تُكْرَهُ الصَّلَاةُ مَعَهُ وَيُفِيدُ أَنَّهُ لَا يُكْرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ وَمَعَهُ صُرَّةٌ أَوْ كِيسٌ فِيهِ دَنَانِيرُ أَوْ دَرَاهِمُ فِيهَا صُوَرٌ صِغَارٌ لِاسْتِتَارِهَا وَيُفِيدُ أَنَّهُ لَوْ كَانَ فَوْقَ الثَّوْبِ الَّذِي فِيهِ صُورَةُ ثَوْبٌ سَاتِرٌ لَهُ فَإِنَّهُ لَا يُكْرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ فِيهِ لِاسْتِتَارِهَا بِالثَّوْبِ الْآخَرِ وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ أَعْلَمُ
“Dan ucapan beliau memberikan faidah bahwa: “yang nampak pada cinicn, maka dimakruhkan shalat dengannya”. Dan terdapat faidah bahwa: “tidak makruh shalat menggunakan shurroh (tempat meletakkan sesuatu dan diikat -seperti kantong uang logam-) atau kantong yang di dalamnya ada dinar dan dirham yang terdapat gambar yang kecil di sana, yang ia tersembunyi. Dan terdapat faidah bahwa: “Shalat menggunakan baju yang bergambar, lalu ada lagi baju di atasnya (baju luar) yang menutupinya tidaklah makruh, karena yang demikian itu tertutup dengan baju yang di luar. Wallahu a’lam” (Al-Bahru Ar-Roiq, Ibnu Nujaim, 2/29).
Madzhab Maliki:
Di dalam kitab Al-Mudawwanah, yang dituliskan oleh imam Sahnun rahimahullahu Ta’ala:
قَالَ ابْنُ الْقَاسِمِ: وَسَأَلْتُ مَالِكًا عَنْ التَّمَاثِيلِ وَتَكُونُ فِي الْأَسِرَّةِ وَالْقِبَابِ وَالْمَنَارِ وَمَا أَشْبَهَهَا؟، قَالَ: هَذَا مَكْرُوهٌ وَقَالَ لِأَنَّ هَذِهِ خُلِقَتْ خَلْقًا، قَالَ: وَمَا كَانَ مِنْ الثِّيَابِ وَالْبُسُطِ وَالْوَسَائِدِ فَإِنَّ هَذَا يُمْتَهَنُ
Ibnu Al-Qosim berkata : “Aku bertanya kepada Malik tentang gambar-gambar yang ada di tiang-tiang, dan kubah-kubah, dan menara menara dan yang semisalnya?”
Beliau menjawab: Ini makruh, dan beliau berkata: “karena yang demikian itu termasuk penciptaan”. Beliau berkata: Adapun yang ada pada baju, dan tikar-tikar, dan bantal-bantal, maka yang demikian itu termasuk sesuatu yang dihinakan”. (Al-Mudawwanah, 1/182). Abu ‘Abdillah Al-Maliki mengatakan bahwa zhohir dalama kitab Al-Mudawwanah, bahawa gambar makhluk bernyawa pada suatu yang tidak ada unshur dihinakan adalah makruh. (Lihat Minahu Al-Jalil, Abu ‘Abdillah Al-Maliki, 3/530). Dan di dalam Mawahibu Al-Jalil dikatakan: “Jika tidak ada unsur dihinakan, maka hukumnya makruh, dan jika ada unsur dihinakan, maka lebih baik ditinggalkan”, (1/552)
Dalam nukilan diatas Imam Malik menganggap bahwa gambar yang ada di baju termasuk yang terhinakan. Hal ini diperselisihkan oleh para ulama, apakah gambar yang ada pada baju termasuk terhinakan atau tidak. Adapun gambar pada tikar, keset, bantal maka mereka sepakat termasuk terhinakan. Telah lalu penukilan dari Imam An-Nawawi (Lihat Fathul Baari 10/388) dimana beliau memandang semua yang dipakai (baju dan surban) tidak termasuk yang terhinakan. Demikian juga madzhab Hanafi yang tidak membolehkan shalat dengan baju yang bergambar yang terlihat. Demikian juga secara úrf bahwa sesuatu yang dipakai bukan termasuk yang terhinakan terlebih lagi baju, karena orang-orang berhias dengan apa yang dia pakai. Karenanya -wallahu a’lam- bahwasanya gambar bernyawa yang ada di baju hukumnya haram karena bukan termasuk yang terhinakan.
Madzhab Syafi’i:
As-Syarbini berkata:
وَالضَّابِطُ فِي ذَلِكَ إنْ كَانَتْ الصُّورَةُ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا يُهَانُ جَازَ وَإِلَّا فَلَا
“Dan patokannya adalah: Jika gambar (makhluk bernyawa) itu ada pada benda yang terhinakan, maka tidak mengapa. Dan jika tidak maka tidak boleh”. (Mughni Al-Muhtaj, As-Syarbini, 4/408, demikian juga yang dinyatakan sebelumnya oleh imam An-Nawawi dalam al-Minhaaj Syarah shohih Muslim 14/81)
Madzhab Hanbali:
Al-Mardawi berkata:
يَحْرُمُ تَعْلِيقُ مَا فِيهِ صُورَةُ حَيَوَانٍ، وَسَتْرُ الْجِدَارِ بِهِ، وَتَصْوِيرُهُ، عَلَى الصَّحِيحِ مِنْ الْمَذْهَبِ… وَلَا يَحْرُمُ افْتِرَاشُهُ، وَلَا جَعْلُهُ مِخَدَّةً بَلْ وَلَا يُكْرَهُ فِيهَا
“Diharamkan menggantung benda yang ada gambar hewan di sana, dan menutup dinding dengannya, menurut pendapat yang benar dalam madzhab (Hanbali)…Dan tidak diharamkan jika digunakan untuk kasur, dan tidak pula diharamkan jika digunakan untuk bantalan, bahkan yang demikian itu tidak sampai kepada hukum makruh” (Al-Inshof, Al-Mardawi, 1/474. Dan yang senada dinyatakan oleh Al-Buhuti dalam Syarah Muntaha Al-Irodat, 1/158)
([26]) HR. Abu Dawud No. 657 dalam musnadnya dan dinukilkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 8/17
([27]) Lihat: Fathul Bari 10/390-391
([28]) Lihat: Fathul Bari 10/388
([29]) Majmu’ Fatawa Syikh Ibnu Baz, 28/337-338
([30]) Fatawa Lajnah Daimah, 1672-673
([32]) https://ar.islamway.net/fatwa/39085/ حكم-التصوير-الفوتوغرافي-وتصوير-الفيديو
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ bismillāhir-raḥmānir-raḥīm 1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha…
الٓمٓ alif lām mīm 1. Alif laam miim. ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ…
الٓمٓ alif lām mīm 1. Alif laam miim. ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ…
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا…
الٓمٓصٓ alif lām mīm shād 1. Alif laam mim shaad. كِتَٰبٌ أُنزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُن…
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْأَنفَالِ ۖ قُلِ ٱلْأَنفَالُ لِلَّهِ وَٱلرَّسُولِ ۖ فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ…