Mayoritas ulama mengatakan hukumnya adalah mustahab. Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang banyak tentang keutamaan shalat sunnah dua raka’at setelah wudhu. Diantaranya :
Pertama: Hadits Humran bekas budak ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu anhu:
«مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
“Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian bangkit dan shalat dua raka’at dengan tidak berkata-kata dalam hati, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. ([1])
Kedua: Hadits Uqbah Bin ‘Amir:
«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ، ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ، مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ، إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ»
“Tidaklah seorang muslim berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian bangkit dan shalat dua rakaat dengan menghadirkan hati dan wajahnya, melainkan ia berhak mendapatkan surga.”([2])
Ketiga: Hadits Abu Huroiroh radhiyallahu anhu. Bahwa Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam pernah bertanya kepada Bilal radhiyallahu anhu ketika shalat Shubuh:
يَا بِلاَلُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الإِسْلاَمِ، فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الجَنَّةِ قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي: أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُورًا، فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ، إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ
“Wahai Bilal! Ceritakan kepadaku amal yang paling diharapkan ganjarannya (di sisi Allah Azza wa Jalla) dalam Islam, karena sesungguhnya aku mendengar suara sandalmu (langkah kakimu) di depanku di Surga”. Maka Bilal Radhiyallahu anhu berkata: “Tidaklah aku mengamalkan satu amal yang paling aku harapkan ganjarannya (di sisi Allah Azza wa Jalla ) lebih dari (amalan ini yaitu) tidaklah aku berwudhu dengan sempurna pada waktu malam atau siang, melainkan aku mengerjakan shalat dengan wudhu itu sesuai dengan apa yang ditetapkan Allah bagiku untuk aku kerjakan” ([3])([4])
Minimal dua raka’at, sebagaimana yang tercantum dalam hadits Humron dan Uqbah bin Amir di atas. Maksimal tidak ada batasannya, sebagaimana dalam hadits Abu Huroiroh tentang amalan Bilal di atas.
Shalat 2 rakaat setelah wudhu ini bisa dikerjakan di mana saja. Bisa dikerjakan di masjid maupun di rumah, namun jika dikerjakan di rumah maka ini lebih utama. ([5])
Waktunya bisa dikerjakan kapan saja. Yaitu setiap kali selesai berwudhu dan belum ada jeda waktu yang lama antara wudhu dengan shalat sunnah setelah wudhu tersebut. ([6])
Menggabungkan niat shalat sunnah setelah wudhu dengan shalat sunnah lain
Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ menjelaskan:
“Jika seorang muslim berwudu lalu masuk masjid setelah azan zuhur. Kemudian shalat dua rakat dengan berniat untuk mengerjakan shalat tahiyatul masjid, sunnah wudhu dan sunnah Zuhur, maka dua rakaat tersebut mencukupi ketiganya.
Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, “Sesungguhnya amalan itu tergantung niat, dan masing-masing orang tergantung apa yang diniatkan.”
Hanya saja, disunnahkan baginya untuk melaksanakan dua rakaat lainya sebagai bentuk penyempurnaan rawatib qobliyah zuhur. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam biasanya selalu shalat (sunnah) sebelum zuhur sebanyak empat rakaat.” ([7])
Mengerjakan shalas sunnah wudhu di waktu terlarang
Menurut pendapat yang terkuat bahwasanya shalat-shalat sunnah karena sebab boleh dikerjakan meskipun di waktu terlarang. (silahkan lihat pembahasan hukum shalat tahiyyatul masjid di waktu terlarang)
([4]) Faedah dari hadits-hadits shalat dua raka’at setelah wudhu, di antaranya:
([5]) Karena di rumah lebih tertutup dari pandangan manusia dan lebih mendekatkan seseorang pada keikhlasan, berdasarkan hadits Bilal di atas. Juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk mengerjakan shalat-shalat sunnah dikerjakan di rumah dan tidak menjadikan rumah seperti kuburan.
([6]) “Di antaranya adalah shalat sunnah wudhu setelah melakukan wudhu dan sebelum berselang waktu lama. Dan itu bisa terealisasi dengan shalat tahiyatul masjid, yaitu jika seorang melaksanakan shalat lain setelah wudhu, baik shalat wajib maupun sunnah. Maka (pembahasannya) seperti pada pembahasan tahiyatul masjid dari sisi mendapatkan pahala dan gugurnya pelaksanaan.” (Nihayatuz Zain hlm. 104)
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ bismillāhir-raḥmānir-raḥīm 1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha…
الٓمٓ alif lām mīm 1. Alif laam miim. ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ…
الٓمٓ alif lām mīm 1. Alif laam miim. ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ…
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا…
الٓمٓصٓ alif lām mīm shād 1. Alif laam mim shaad. كِتَٰبٌ أُنزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُن…
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْأَنفَالِ ۖ قُلِ ٱلْأَنفَالُ لِلَّهِ وَٱلرَّسُولِ ۖ فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ…